CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

3.8.17

Membumikan Al-Quran -Quraish Shihab-

Tak lazim memang seorang anak kecil mengidolakan Quraish Shihab, di saat anak-anak yang lain sibuk bermain bola setiap sore, berlarian kesana kemari, saling mengejek dan tertawa, namun saya mengidolakan beliau. Bermula dari tugas mengisi buku kegiatan ramadhan yang wajib dilakukan oleh anak sekolah, dari sejak SD sampai SMA, saya lebih memilih menulis ceramah dari media televisi, bukan ceramah di mesjid selepas solat tarawih.

Pertama karena tentu malas minta tanda tangan sang ustadz yang juga harus berebutan dengan anak-anak lain. Kedua adalah karena jika lewat televisi, saya bisa mengembangkan satu ceramah menjadi 2-3 ceramah, tak perlu tanda tangan pula, alhasil buku kegiatan ramadhan saya bisa cepat selesai dari waktu yang ditentukan. Ya, saya suka mengerjakan sesuatu lebih cepat dari seharusnya.

Saya suka ceramahnya yang pertama adalah logis, sesuai dengan keseharian kita semua, dan masuk akal. Bicaranya pelan dan agak terbata-bata, mungkin akan sulit bagi orang yang tidak sabar, padahal pemahaman akan ceramahnya akan didapat jika mendengar dari awal sampai akhir. Beliau menjelaskan dengan runut setiap tema permasalahan, dan satu lagi, beliau selalu menjelaskan akar kata setiap kata kunci yang menjadi tema. Dari situ kita pasti mengerti bahwa beliau adalah pakar bahasa arab, dan pengetahuan berbahasa arab adalah kunci untuk memahami Al-Quran.

Lalu mengapa saya tertarik dengan Al-Quran? Karena Al-Quran adalah misteri, sekaligus magnet yang menarik banyak orang, untuk berbuat baik ataupun jahat. Al-Quran itu netral, jika anda orang baik, anda akan temukan banyak ayat untuk mendukung perbuatan baik anda, dan jika memang dari sananya anda orang jahat, anda akan menemukan banyak ayat juga untuk mendukung perbuatan jahat anda, setidaknya anda berlaku jahat karena anda yakin akan dimaafkan nantinya kan? Begitulah Al-Quran.

Al-Quran diturunkan dengan bahasa arab, bahasa yang memiliki perbendaharaan kata terbanyak di dunia. Saya sering mengibaratkan dengan flashdisk, misal bahasa indonesia adalah flashdisk dengan kapasitas sekian Giga, maka bahasa arab adalah flashdisk dengan kapasitas sekian Tera atau lebih tinggi lagi, mengapa itu penting? Karena menyangkut keutuhan data dan informasi. Dengan perbendaharaan kata yang banyak, maka Tuhan bisa menyampaikan informasi dengan lengkap dan akurat tanpa harus menggunakan penjelasan bertele-tele, karena Tuhan punya kata yang tepat untuk suatu maksud tersebut.

Banyak hal dalam pikiran saya mengenai Al-Quran, misal apa itu agama, apa itu islam, apa tujuan kita hidup, apa itu manusia, segala hal lainnya yang intinya untuk meneguhkan keimanan saya. Dan hal itu sulit saya temui pada penceramah yang lain, biasanya mereka hanya mengutip ayat dari Al-Quran lalu menjelaskan dan pakai ilmu cocoklogi. Tapi tidak dengan Quraish Shihab, beliau akan menjelaskan dengan ilmu kebahasaan, kemudian dikaitkan dengan ayat yang lain, dan menggunakan pendapat para ahli tafsir terdahulu. Karena Al-Quran tidak bisa dipahami dengan terjemahan belaka, dan karena bahasa itu punya rasa. Tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang dapat diterjemahkan ke bahasa lain, tidak ada. Yang bisa dilakukan adalah diinterpretasi atau ditafsirkan, dan itu pun diyakini tidak 100 persen benar, namun diusahakan untuk selalu mendekati kebenaran. Begitupun dengan Al-Quran.

Hal ini menjadi relevan dengan situasi saat ini yang, makin banyak anak muda dan orang lain yang giat belajar agama, mengkaji Al-Quran, yang sayangnya menurut saya kebablasan. Mereka, yang kini disebut kaum bumi datar dan kaum sumbu pendek tidak segan-segan meneriakkan kafir dan sesat kepada orang lain yang tidak sependapat dengan penafsirannya. Niat mereka baik, mereka menganggap Al-Quran itu agung, benar, baik, maha sempurna, dan ajakan mereka selalu bilang “kembali ke Al-Quran, kembali ke Al-Quran”. Namun, yang mereka maksud kembali itu ternyata MEMBACA TERJEMAHANNYA.

Kalau hanya membaca terjemahannya lantas apa bedanya dengan teroris yang bom sana-sini, membunuh sana-sini karena mereka sangat percaya dengan terjemahan bunuhlah orang kafir dimana pun kamu menemukannya? Sangat mengerikan. Kamu bumi datar adalah orang yang masih saja ngeyel setelah dibeberkan sejumlah fakta dan literatur, sedangkan kamu sumbu pendek adalah orang yang gampang ngamuk dan suka maki-maki orang lain, dikatakan ngamuk malah tambah ngamuk membabi buta.

Saya paham, saya pernah ada di posisi mereka, menganggap islam itu sangat super agung dan baik, islam itu sempurna, menghina islam maka si penghina layak di hukum mati, gantung, bunuh, dan dimutilasi. Itu dulu, ketika saya belum bisa membedakan antara agama dan orang. Hal itu penting untuk bisa membedakan mana ranah agama, mana ranah orang, karena batasnya tipis. Agama itu baik dan sempurna, namun orang jauh dari sempurna. Lalu bagaimana supaya bisa membedakannya? 

Bacalah!!.. perintah pertama di Al-Quran yaitu bacalah. Pesan saya bagi orang yang ingin mempelajari islam, maka bacalah!! Bukan mendengarkan orang, bukan meniru orang lain. Namun, tentu juga pilih-pilih bahan bacaan. Bersyukurlah kita hidup di jaman sekarang, literatur tentang kajian Al-Quran itu banyak dan beragam, kita tinggal pilih yang mana yang nyamannya.

Pesan saya yang penting lagi, jika ingin mempelajari Al-Quran ya jangan baca Al-Quran, apalagi tidak bisa bahasa arab, pun jangan baca terjemahannya. Kita tinggal baca buku TAFSIRNYA, atau buku tentang kajian-kajian Al-Quran, dan Quraish Shihab sangat mumpuni akan hal itu. Jadi, kalau boleh saya membuat intisari combat kit untuk anak muda, untuk orang tua, supaya tidak menjadi radikal, menjadi orang islam yang toleran, maka bacalah buku-buku Quraish Shihab.

Ada 2 buku Qurasih Shihab yang saya rekomendasikan, yaitu Wawasan Al-Quran dan Membumikan Al-Quran, kemudian ada 1 buku penting lainnya, yaitu buku Fiqih Sunnah. Fiqih Sunnah adalah buku berjilid-jilid yang membahas hukum islam dalam kehidupan sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, mulai dari bab taharah atau bersuci, sampai bab zakat, semuanya dihadirkan berbagai macam pendapat ulama, ada yang haram sampai sunah untuk 1 masalah saja, kita tinggal pilih, enak kan? Cukup 3 buku itu saja, baca berulang, niscaya akan memahami esensi agama islam. Dan satu lagi kalau ada rezeki, yaitu Kitab Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab.

Maka, tulisan ini saya dedikasikan untuk menulis kembali poin-poin penting di buku Quraish Shihab Membumikan Al-Quran, jadi supaya saya sendiri tidak lupa dan kalau saya sedang galau dan butuh bacaan untuk menguatkan iman, saya bisa baca kembali poin penting buku tersebut di sini.

1. Al-Quran yang kita baca sekarang adalah mushaf atau kumpulan lembaran kitab. Keotentikannya dijamin oleh sejarah, tak berubah sepanjang 14 abad. Nabi Muhammad mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, kemudian diresitasi atau diucap berulang-ulang dihadapan para sahabat, dan sahabat pun menghapalkannya.

Ketika ada keputusan untuk membukukan Al-Quran, tak ada satu pun ayat yang tidak dibukukan kecuali sudah ada lembaran tertulisnya. Jadi bukan sekedar hapalan 1 orang saja lalu ditulis, tidak. Setiap ayat dicarikan bentuk tertulisnya yang tercecer di banyak tempat, dikumpulkan, lalu diperbandingkan dengan hapalan para sahabat, jika cocok, maka baru dibukukan.

Dari sini kita bisa melihat betapa hati-hatinya dalam membukukan Al-Quran, dan sudah menggunakan metode saintifik modern dalam menyusun referensi literatur, dan metode komparasi.

2. Bukti kebenaran Al-Quran ada di dalam Al-Quran itu sendiri, ada sejumlah tantangan kepada orang arab untuk membuat surat, lalu kemudian semisal 1 ayat yang serupa. Ada juga semacam kriptografi di dalam ayat Al-Quran, ada hitung-hitungannya. Kemudian Al-Quran diturunkan kepada Nabi yang tidak bisa membaca, kepada lingkungan masyarakat yang juga memang tidak pandai membaca dan berhitung. Selain itu juga ada cerita-cerita terdahulu seperti Firaun dan lain-lain.

3. Pembagian ayat atau turunnya Al-Quran dapat menjadi 3 bagian, yaitu periode awal di mekkah, secara garis besar tentang perintah mengabarkan kepada masyarakat arab jahiliah, tentang larangan ini dan itu yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat arab jahiliah.

Periode menengah adalah ketika muslim menjadi oposisi dari masyarakat arab jahiliah, isinya secara garis besar berkisar tentang cara melakukan perlawanan. Periode akhir di madinah adalah soal hukum kemasyarakatan, karena sudah terbentuk kehidupan sosial, dan setelah itu selesai maka wahyu dicukupkan.

4. Al-Quran diturunkan atau berdakwah sesuai dengan kondisi masyarakatnya, selain itu juga bercerita tentang sejarah arab pada masanya. Intinya penurunan wahyu adalah bertahap, dan sampai selesai.

5. Tak dapat dipungkiri bahwa di Al-Quran banyak ayat tentang sains, namun harus selalu diingat bahwa Al-Quran bukanlah kitab sains dan tidak boleh dipakai untuk membenarkan atau menyalahkan suatu teori sains, karena sains itu sendiri tidak kekal dan selalu berubah.

Hubungan Al-Quran dengan sains bukanlah dari banyaknya teori sains yang bisa cocok dengan Al-Quran, tapi dari maksud ayat-ayat Al-Quran yang menciptakan iklim dan kondisi masyarakat yang memajukan sains. Tanpa iklim itu maka akan terulang kejadian galileo dan ilmuwan eropa yang lainnya yang terpasung kemampuan sainsnya, karena pemaksaan dogma agama, tentu dunia islam tidak ingin hal itu terulang. Harus disadari bahwa setiap teori sains seperti planet, cahaya, evolusi yang bertahap-tahap bisa dibenarkan atau disalahkan oleh Al-Quran, namun jangan sampai dibilang bersumber dari Al-Quran, semua itu adalah pendapat sains pribadi berdasarkan hasil pengamatan atau observasi pada masanya.

Jika ada narasi yang menyatakan suatu hal yang sains sudah ada di Al-Quran sejak dulu, maka itu adalah pendapat inferiority complex, sikap rendah diri, sikap orang yang kalah dan takut kejadian pada ilmuwan eropa kembali terulang, karena takut mempertentangkan sains dan kitab suci.

Penafsiran atau penerjemahan ayat sains dalam Al-Quran, misal tahapan embriologi, adalah merupakan ijtihad pribadi, dan tidak boleh dianggap sebagai AKIDAH dimana jika orang tidak percaya maka akan dianggap kafir, hal itu tidak boleh. Karena jika dianggap sebagai AKIDAH, maka akan terulang kembali kejadian para ilmuwan eropa jaman dahulu yang dianggap sesat oleh gereja. Sains itu soal materi, dapat diukur, namun agama menawarkan filsafat, soal jati diri manusia dan segala hal yang tak terlihat.

6. Al-Quran mewajibkan kita semua untuk berpikir, mengamati dan memikirkan alam raya, untuk kemudian menciptakan alat-alat yang bermanfaat. Kata ilmu selalu bersanding dengan kata yang menunjukkan kekuasaan Allah dan manfaatnya bagi manusia. Tidak ada gunanya berilmu jika tidak membuat yang punya ilmu yakin akan kekuasaan Allah dan tak bermanfaat bagi manusia. Makanya tertulis “pada penciptaan langit dan bumi, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah”.

7. Nabi, sahabat, dan tabiin juga melakukan penafsiran terhadap Al-Quran, namun tidak semua ayat dapat ditafsir oleh Nabi, karena memang tidak ada sumber, tidak ada yang bertanya, atau mungkin tidak ada sebab khusus peristiwanya.

Selepas Nabi dilakukanlah Ijtihad untuk menafsir Al-Quran, karena kondisi sosial masyarakat, ragam dan rasa bahasa yang juga berubah, serta perkembangan sains juga ikut mempengaruhi corak dan ragam tafsir. Penafsiran terhadap Al-Quran juga terbatas pada hal-hal yang masih dapat dijangkau oleh manusia, tidak pada hal-hal gaib yang memang di luar jangkauan manusia.

8. Khazanah tafsir memiliki berbagai macam metode dan ragam, serta tak lepas dari asbabun nuzul, sebab turunnya ayat, perisitiwa yang menyertainya, waktu dan pelaku, analogi, qiyas, takwil, metafora, generalisasi, spesialisasi, dan semuanya itu dikaitkan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat.

9. Tafsir selalu berubah mengikuti perubahan kondisi sosial masyarakat, perubahan itu tercatat dalam Al-Quran sebagai ketetapan Allah. Namun, ada wilayah tafsir yang tidak bebas dan sudah mutlak, misal soal keimanan, ibadah, kedudukan Nabi Muhammad, sementara wilayah tafsir yang bebas dilakukan sesuai perkembangan jaman adalah soal permasalahan sosial, sains, dll.

10. Tafsir membutuhkan keahlian personal seperti bahasa, sejarah, sains, dll untuk mendapatkan pemahaman akan konteks suatu kata, sehingga tidak boleh dimonopoli oleh sekelompok orang, namun haruslah sebagai usaha bersama berbagai macam ahli.

11. Jenis tafsir selain tematik/maudui, adalah analisis, komparasi, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihan metode tafsir maudui adalah menghimpun ayat-ayat sesuai tema atau masalah yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan memperhatikan urutan turunnya ayat, konteks, asbabun nuzul, dll.

12. Lain tafsir, lain pula hadits, bahkan ulama sekelas Abu Hanifah, Maliki, Syafii berbeda pendapat tentang kedudukan Hadits, apakah Hadits dapat memperjelas Al-Quran dan membuat hukum baru? Bagaimana jika Hadits bertentangan dengan Al-Quran? Apakah Hadits harus dipahami secara harfiah atau konteks? Apakah dibutuhkan lagi tafsir Hadits selain tafsir Al-Quran? Ternyata semua berbeda pendapat, ternyata islam itu BERAGAM!.

13. Hadits memang banyak diragukan kebenarannya karena penulisan resminya ratusan tahun Hijirah pada khalifah Umar Ibn Abdul Aziz. Hadits lebih rumit dari Al-Quran karena direkam dengan hafalan saja, dan para penghafal ada yang tidak memiliki pengetahuan agama yang tinggi. Jumlah Hadits hanya sekitar 50.000 saja, sedangkan yang ratusan ribu adalah jumlah matannya atau jalur. Seringkali satu Hadits memiliki beberapa matan.

14. Hadits sering dipalsukan untuk tujuan politik tertentu, mencapai kekuasaan, menerapkan sistem kekhalifahan. Semua adalah karena pendangkalan agama dan kurangnya ilmu pengetahuan.

15. Al-Quran tidaklah kaku dan ulama sepakat bahwa setiap kata dalam Al-Quran memiliki banyak makna. Dan menafsir Al-Quran dibutuhkan kerja sama dengan banyak pihak dan ahli ilmu lain, agar makna yang didapat tepat. Tidaklah dinamai mufasir jika tidak bisa memberikan makna yang BERAGAM.

16. Penentuan hukum dalam Al-Quran haruslah didukung dengan nash-nash lain yang mendukungnya, atau contoh dari Nabi dan sahabat.

17. Kita wajib percaya tidak ada pertentangan dalam Al-Quran, namun ulama berbeda pendapat dalam menyikapi jika sekilas ada pertentangan dalam Al-Quran, maka mereka melakukan KOMPROMI dinamakan Nashk dan Mansukh. Ulama pun berbeda pendapat apakah ada ayat yang dibatalkan, atau memang ayatnya mengalami pergantian atau pengalihan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat, hal itu semua adalah Ijtihad ulama.

18. Khalifah artinya adalah pengganti, belakangan, yang diberi kekuasaan, ilmu, yang diteguhkan. Posisi khalifah bukanlah antara penakluk dengan yang ditakluk, namun kesetaraan dalam ketundukkan, semua setara, namun yang kuat memiliki hak yang lebih dari yang lemah, tapi harus saling mempergunakan dan saling bermanfaat.

19. Tujuan kekhalifahan atau pemerintahan bukan dilihat dari banyaknya barang yang dihasilkan atau kecepatan layanan pemerintahan, tujuannya adalah: membebaskan manusia dari rasa takut dan menciptakan segala rasa aman, yaitu bebas dari ancaman keamanan, terjaminnya sandang, pangan, dan papan, bebas mencapai cita-cita, mengembangkan potensi dan bakat, serta bebas berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.

20. Al-Quran tidak mengatur pemilihan bentuk kekhalifahan atau pemerintahan, Al-Quran hanya menceritakan sifat dan fungsi pemerintahan.

21. Pengajaran tafsir masa kini terjebak pada penguasaan karya tafsir sebelumnya, seharusnya ditekankan pada penguasaan metode dan kunci-kunci pemahaman tafsir.

22. Dakwah harusnya sejalan dengan nafas Al-Quran tentang usaha memanusiakan manusia yang terdiri dari jasmani, akal, dan jiwa. Kesuksesan dakwah tidak dilihat dari banyaknya tepuk tangan, tangis, dan tawa, tapi seberapa besar dakwah tersebut bisa membekas dan berkesan di jiwa. Akhirilah dakwah selalu dengan kesimpulan.

23. Dakwah haruslah memberikan sesuatu yang baru dan sesuai dengan kondisi terkini kehidupan sosial masyarakat, bukan menjadikan persoalan yang belum menjadi masalah.

24. Masalah dakwah masa kini adalah Dai berdakwah sesuai dengan pesanan masyarakat, ingin tepuk tangan, tawa, dan tangis, sehingga membuat Dai selevel dengan masyarakat. Seharusnya Dai tampil lebih tinggi dan yang mengarahkan masyarakat.

25. Agama adalah hubungan antara manusia dengan Khalik atau penciptanya. Alasannya adalah karena manusia selalu terpana dengan 3 hal, yaitu Kebaikan, Keindahan, dan Kebenaran. Dan fitrahnya manusia adalah selalu ingin mencari dan mendapatkan yang paling baik, paling indah, dan paling benar. AGAMA ADALAH USAHA MANUSIA UNTUK MENCONTOH SIFAT-SIFAT TUHANNYA.

26. Proses modernisasi islam adalah proses menguniversalkan nilai-nilai islam yang tadinya partikular dan terbatas akibat waktu dan tempat, menjadi nilai-nilai yang global dan sesuai dengan perkembangan jaman. Contohnya adalah perintah memanah, berenang, dan berkuda, haruslah diuniversalkan dengan konteks bersiap-siap menghadapi musuh, bencana, atau bersiap-siap dalam menjaga kesehatan. Musuh bisa diartikan musuh negara, agama, bahkan misal penyakit yang harus dipersiapkan dengan ilmu kedokteran yang canggih. Inilah yang namanya MENGUNIVERSALKAN NILAI ISLAM.

 27. Apakah agama itu absolut atau relatif? Pasti atau tidak pasti? Banyak yang menyangka bahwa agama itu absolut sehingga sering suatu kelompok memaksakan pendapatnya kepada orang dan agama lain, sehingga menimbulkan perpecahan dan konflik. Islam mengajarkan ada yang absolut, ada yang relatif, bahkan sedikit sekali yang absolut. Absolut adalah karena tidak ada interpretasi lain, sementara kebanyakan dalil Agama adalah relatif dengan interpretasi bermacam-macam.

28. Sikap absolutisme dalam bergama haruslah hanya untuk jiwa sendiri dan kalangan internal islam, sementara untuk ke luar, agama lain, orang lain, dan komunitas lain harus seperti yang Al-Quran katakan, CARI TITIK TEMU, BOLEH JADI ANDA BENAR, DAN KAMI YANG SALAH, NAMUN BOLEH JADI KAMI BENAR, DAN ANDA YANG SALAH, BIARKAN TUHAN YANG MEMUTUSKAN.

29. Kesalahan terbesar manusia masa kini adalah berlagak seperti Tuhan, bahkan melebihi Tuhan dengan menginginkan hanya terdapat 1 pendapat dan 1 aliran. Padahal Tuhan menghendaki perbedaan dengan menetapkan Al-Quran dengan berbagai macam makna, dan memberikan manusia kebebasan dalam memilih sehingga memang ada beberapa pilihan.

30. Teori kehidupan bagi agama berbeda dengan teori pada ilmu biologi misalnya sebagai hewan yang cerdas, atau paham komunis dimana manusia adalah makhluk ekonomis. Al-Quran menyatakan manusia adalah makhluk dengan 3 hal, yaitu jasmani, akal, dan jiwa. Maka pembahasan tentang manusia haruslah menyeluruh menyertakan jasmani, akal, dan, jiwa.

31. Manusia sebagai khalifah haruslah bersahabat dengan alam, karena posisinya setara sebagai ciptaan Allah. Manusia harus menikmati alam raya dengan melakukan eksplorasi dan dilarang aniaya atau boros. Bahkan manusia dianggap kufur jika alam raya tidak dieksplorasi. Menikmati alam raya adalah bentuk rasa syukur kepada Allah.

32. Nabi Adam bukan lah diturunkan ke bumi sebagai hukuman, karena Nabi Adam memang sudah ditugaskan menjadi khalifah, namun berkesempatan transit di surga untuk berlatih. Hal itu agar Nabi Adam dan keturunanya dapat menciptakan bayang-bayang surga di bumi, dimana tak ada kesusahan dan kepayahan, harmonis, dan menciptakan kondisi ideal, itulah tujuan manusia di bumi dan fungsi pemerintahan, untuk MENCIPTAKAN BAYANG-BAYANG SURGA DI BUMI.

33. Kesalahan pendakwah masa kini adalah terjebak pada ritual lisan dan ibadah, padahal umat tertinggal secara ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Harusnya berdakwah dengan perbuatan, menciptakan lembaga pendanaan ekonomi, pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dll, yang semuanya menjadi IKHTIAR DALAM MENCIPTAKAN BAYANG-BAYANG SURGA DI BUMI.

34. Tentang riba, kita harus bisa membedakan syariat dalam Al-Quran. SYARIAT adalah sesuatu yang bersifat pasti dan langgeng, sedangkah FIKIH adalah penafsiran yang bersifat relatif dan berubah sesuai perkembangan jaman. Riba itu Haram dan jelas Syariatnya, lalu apa saja yang termasuk Riba? Apakah bunga bank konvensional itu riba? Apakah kredit pembiayaan itu riba? Dan lain sebagainya, maka itu termasuk wilayah FIKIH.

35. Riba yang haram sesuai dengan kondisi arab jahiliah adalah segala bentuk penambahan atau pelipatgandaan akibat penundaan, dan mengandung penganiayaan atau penindasan, maka ini berkaitan dengan kegiatan utang/piutang. Bukanlah riba jika terdapat unsur bagi hasil dan tak ada denda akibat penundaan. Nabi pun beberapa kali berutang dan ketika membayar kerap kali Nabi melebihkannya.

 36. Nabi pun berdoa memohon ampun atas dosa kepada Allah, dan agar Allah mengambil alih dan menanggung dosa yang dilakukan kepada makhluk lain. Sebelum meminta maaf, haruslah disertai dengan penyesalan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Lebih tinggi dari memaafkan kesalahan bukan lah dengan menghapus noda, tapi melapangkan hati, menutup lembaran lama, dan membuka lembaran baru.

 37. Ada hadits yang menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia sesuai dengan peta-Nya. Artinya Allah SWT memberikan potensi agar manusia dapat berusaha menyerupai sifat-sifat Allah yang 99, bahwa semakin dekat kepada sifat Allah SWT yang 99, maka akan semakin Takwa.

Sehingga Takwa bukanlah ibadah semalam suntuk tanpa henti, namun harus ada upaya untuk menyerupai 99 sifat Allah, seperti maha pemberi rizki, menyehatkan (dokter?), menciptakan (insinyur?), bijaksana, adil (hakim, jaksa, penegak hukum?), maha cerdas, kaya, pengasih, penyayang, dan maha-maha lainnya. Itulah arti frase “God created us, in His own image”, Maka berakhlak dan bersifatlah seperti 99 sifat Allah SWT.

 38. Manusia sebagai khalifah berkewajiban untuk membangun, Allah SWT mengecam orang yang punya tanah namun dibiarkan tak digarap. Hal ini berarti Allah SWT sangat mendorong agar segala potensi dan sumber daya yang kita miliki (waktu, tenaga, uang, dll) untuk dapat digunakan sebaik-baiknya, dan kemudian bersyukur kepada-Nya.

39. Islam adalah sedikit dari bahkan hampir tidak ada, agama yang mengakui kepemilikan harta benda bagi laki-laki dan juga perempuan, namun islam juga menekankan untuk tidak melupakan hak Allah SWT dari harta benda tersebut yang secara keyakinan disisipkan pada orang lain terutama kaum dhuafa.

40. Al-Quran selalu menekankan agar mencari titik temu dan kata sepakat dengan orang-orang Nasrani. Kata sepakat itu adalah tentang keesaan Allah, namun kita tidak boleh memaksa, cukup sampai dengan pengakuan adanya agama Islam. Untuk itu lah tujuan adanya Pancasila, sebagai titik temu dan saling pengakuan satu sama lain atas eksistensi keberagaman.

41. Di dalam Al-Quran ada hal-hal yang sudah diatur oleh Tuhan dan tak bisa dibantah lagi, namun hal tersebut sangat sedikit sekali. Paling banyak bagian Al-Quran adalah bahwa Allah SWT meenetapkan prinsip dan pedoman secara umum, dan membebaskan manusia untuk mengembangkan, membangun, dan menetapkan sendiri, namun harus tetap berada pada nilai dan pedoman Al-Quran.

42. Malam Lailatul Qadr memiliki 3 arti Qadr, yaitu: penetapan urusan/ukuran, mulia, dan sempit/sibuk (untuk para malaikat). Tidak semua orang mendapatkan malam Lailatul Qadr, hanya orang yang berjiwa suci dan memang mempersiapkannya. Nabi mengajarkan itikaf untuk merenung, dan menghindari hiruk pikuk. Sungguh suatu hal yang sulit dan kebalikan dari masa kini.

43. Tauhid adalah perkembangan kesadaran manusia yang revolusioner bahwa hanya ada satu penguasa alam semesta. Dari yang sebelumnya berkeyakinan banyak Tuhan atau Dewa yang saling perang dan intrik, dan menjadikan manusia sebagai obyek untuk menyembah sehingga membuat para Tuhan dan Dewa tersebut “kuat”. Kini Tauhid membuat manusia sebagai subyek dan berhak menguasai dan mengelola bumi dan isinya.

44. Peristiwa Isra Mi’raj belum dapat dibuktikan secara ilmiah, hanya bisa disikapi dengan iman. Sebaiknya kita tidak memikirkan bagaimana, tapi mengapa ada peristiwa tersebut dan apa hikmahnya, yaitu perintah solat, yang juga hanya bisa disikapi dengan iman.

45. Perbedaan dan keragaman pendapat sudah terjadi sejak abad ke-2 Hijriah. Hal tersebut dikarenakan masyarakatnya gemar mendebatkan kedudukan Tuhan dan posisi kesucian Nabi, dll. Penyebab lain adanya perbedaan adalah karena memang Allah SWT yang berkehendak membuat Al-Quran dengan banyak redaksi yang multi tafsir. Jika Allah SWT tidak menghendaki perbedaan, tentu akan membuat Al-Quran dengan redaksi yang hanya memiliki satu arti.

46. Nabi sering menoleransi perbedaan dengan membenarkan pemahaman sahabat yang saling berbeda.

47. Tak ada yang bisa memahami maksud suatu kata atau kalimat yang diucapkan, selain si pembicara, termasuk Al-Quran.

48. Al-Quran hampir tak ada, atau jarang memiliki redaksi yang Qathi/pasti, selain dari itu adalah Zhanny/dugaan. Ketetapan bahwa suatu hal adalah Qathi harus melewati proses yang bertingkat-tingkat walau didukung berbagai macam argumentasi yang Zhanny.

49. Faktor lain sebab adanya perbedaan adalah karena terdapat berbagai macam metode penerimaan Hadits. Seberapa pun Muttawatir-nya, jika ada satu orang saja yang alim yang tidak setuju, dan berpendapat ada satu yang cacat, maka harus dipandang sebagai perbedaan, dan haruslah ditoleransi. 

50. Al-Quran terbagi menjadi 2, yaitu pengetahuan dan pengamalan. Sesuatu yang wajib diyakini berdasarkan hal yang Qathi/pasti dianggap sebagai Akidah atau Ushuludin, dan pengamalannya dianggap sebagai Syariah.

51. Ajaran Islam didirikan atas argumentasi yang bertingkat-tingkat, paling tinggi adalah Akidah atau Ushuludin dimana penolakan terhadap hal tersebut dianggap kufur. Kemudian dibawahnya adalah ketetapan ulama atau Ijma, penolakannya bisa menjadi kufur atau fasik, namun tetap tidak setara dengan Akidah. Banyaknya argumentasi yang Zhanny/dugaan, mengakibatkan perbedaan pendapat. 

52. Kebebasan beragama dalam Islam terbatas pada masalah Furu atau cabang yang bersifat Zhanny/dugaan.

53. Setiap muslim terdapat kewajiban pemeliharaan terhadap pemurnian agama, maka dapat dibenarkan langkah-langkah untuk membendung paham-paham yang tidak sejalan dengan masyarakat islam, tanpa mengeluarkan dari komunitas islam, sepanjang masih dalam lingkup Ushuludin.

54. Terdapat Pro dan Kontra tentang ucapan selamat natal
Kontra:
- Takut jika kesucian Akidah ternodai, dan dianggap kafir secara otomatis, karena ada ayat Al-Quran yang mengatakan kafirlah orang yang bilang bahwa Allah SWT memiliki anak atau Ibu, atau Tuhan dilahirkan, dsb semacam itu.

Pro:
- Ucapan selamat Natal justru diabadikan pertama kali di dalam Al-Quran, diucapkan sendiri oleh bayi nabi Isa yang mengatakan “salam sejahtera semoga dilimpahkan kepadaku pada hari lahirku, wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan kembali”.

- Dalam sholat kita mengucapkan shalawat yang tertuju kepada semua Nabi, bahkan Nabi Muhammad berpuasa hari Asyuro untuk merayakan keselamatan Nabi Musa.

- Al-Quran menyuruh kita semua untuk mencari titik temu, maka temukanlah titik temu, bukan memperlihatkan perbedaan. Nabi Isa mengaku anak manusia, Nabi Muhammad membawa rahmat, dan keduanya sama-sama membebaskan manusia-manusia yang kecil, lemah, dan tertindas, maka itulah titik temunya.

55. Fakta adanya fatwa larangan mengucapkan selamat natal, haruslah dipahami bahwa fatwa tersebut ditujukan kepada orang yang khawatir pada Akidahnya sendiri, namun tidak beralasan jika Fatwa ditujukan kepada orang yang tetap murni Akidahnya dan tidak menimbulkan kerancuan dalam batinnya.

56. Jika lawan bicara memahami ucapan selamat natal sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, seperti halnya ucapan bayi Nabi Isa, atau isi Al-Quran yang dipahami lain oleh orang-orang Nasrani, maka biarlah demikian.

57. Dibutuhkan kearifan dalam rangka berinteraksi secara sosial, dan Agama menuntut adanya kerukunan umat beragama, dan berdosa jika kerukunan dikorbankan atas nama Agama. Kerukunan lebih penting daripada perselisihan, walaupun apa yang diperselisihkan benar atas nama Agama.

58. Kita harus tetap yakin akan kedatangan kembali Nabi Isa, yang bukan hanya meluruskan paham orang Nasrani, tapi juga ucapan kaum Muslim, dan nanti kita semua akan menerimanya. Maka, Salam sejahtera semoga tercurah kepada Nabi Isa, pada hari Natalnya (lahirnya), wafatnya, dan hari kebangkitannya nanti.

59. Ulama disebut di dalam Al-Quran sebanyak dua kali, yang artinya adalah orang yang berilmu, baik ilmu alam dan ilmu Qurani, bahkan ulama seringnya dikaitkan dengan ayat untuk memperhatikan alam, hujan, dsb.

60. Ilmu apapun yang dikuasai oleh Ulama, baik ilmu agama ataupun ilmu alam, hendaknya yang membuat tunduk/takut kepada Allah SWT.

61. Namun, perkembangan IPTEK abad pertengahan telah menciptakan penyempitan makna/pembatasan, misal kata Ibadah menjadi sebatas ritual sholat, puasa, dll, dan Fikih menjadi hanya soal hukum, padahal makna awal kata tersebut sangat luas. Ulama pun menjadi menyempit maknanya menjadi hanya orang ahli ilmu agama, hal tersebut karena pada masa itu IPTEK berkembang di negara-negara sekuler, sehingga banyak ilmu alam yang dianggap berasal dari sana.

62. Al-Quran tidak membedakan antara ilmu alam dan ilmu agama, dan ilmu agama tidak lebih baik dari ilmu fisika atau sejarah, sepanjang semua ilmu itu membuat tunduk/takut kepada Allah SWT. Permasalahan masa kini, ulama hanya berkutat pada ilmu agama, padahal harusnya juga menguasai ilmu alam.

63. Adanya pembedaan antara Ulama dan Umara (pemerintah) adalah karena pendapat Al-Ghazali yang dipengaruhi keadaaan pada masanya, yaitu beliau mencela Ulama yang bertemu dengan penguasa karena disangka mengejar dunia. Hal tersebut jangan kita terima begitu saja tanpa tahu kondisi masyarakat pada jamannya.

64. Keharmonisan Ulama dan Umara lebih penting diprioritaskan demi kemashlahatan umat.


(trus, Dhis...?!!)