CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

16.9.18

KIEV AT FIRST SIGHT

Kiev, Ukraina. Belum genap satu bulan saya berada di kota ini, di negara ini, namun saya sudah sangat ingin menulis tentangnya. Adalah kali ini, kedua kalinya saya penempatan, istilahnya adalah penugasan dari kantor saya. Sebelumnya saya penugasan di Swiss.

Ukraina, sebuah negara di Eropa Timur, berbatasan dengan Rusia dan Belarusia di sebelah Timur dan Utara, Polandia, Slovakia, dan Hungaria di sebelah Barat, dan Laut Hitam di sebelah Selatan. Ukraina adalah negara dengan wilayah terbesar di Eropa dalam artian, negara Eropa Timur yang seluruhnya di wilayah Eropa, dan ia yang paling luas.

Banyak yang bertanya “bagus, gak?”, maka saya akan bertanya balik “dibandingkan dengan apa?” tentu harus ada pembandingnya, bukan? Harus disusun kriteria, variabel, dan indikator “bagus” itu yang seperti apa, lalu arahkan ke dalam suatu kerangka pemikiran dan metode dengan sebelumnya menentukan pembanding, diberikan bobot, lalu kemudian diperingkat, maka keluar lah hasilnya bagus, tidak bagus, sedikit bagus, sangat bagus, atau apa?

Tenang, tulisan ini tidak se-ilmiah itu, kok. Tulisan ini hanya sebagai gambaran umum saja, toh saya belum menjelajah ke seantero negeri, hanya baru di kota Kyiv saja.

Jadi saya akan ceritakan pengalaman saya yang belum satu bulan ini menjelajah kota Kyiv, sekaligus memberikan kriteria, pembanding, opini, harapan, dan lain-lain.

Yuk, mulai.

Sistem Transportasi
Ini kriteria paling utama, sih. Di Kyiv, bisa dikatakan hampir sama dengan Jakarta, kalau saya bilang Jakarta, berarti ya rata-rata seperti Indonesia, ya. Gaya menyetirnya sama, ugal-ugalan. Macetnya juga sama ketika berangkat dan pulang kerja, walau tidak sampai 2-3 jam baru sampai rumah, paling hanya macet satu jam baru sampai lokasi tujuan.

Di sini tidak ada jalan tol, semua jalan adalah milik rakyat, haha. Parkir pun bisa sembarangan, parkir dimana saja asal rodanya naik satu sudah cukup, atau cukup tidak menghalangi orang lewat.

Jika di Indonesia ada tulisan “belok kiri langsung”, di sini cukup pakai rambu tanda panah hijau, artinya ya langsung sesuai tanda panahnya, pintar!

Transportasi umumnya, mirip, campuran antara Swiss dan negara Eropa Barat lainnya, dengan Indonesia, loh, kok bisa? Di sini ada kereta bawah tanah (Metro), bus, tram, cable car, bus kecil seperti metro mini, semuanya taat aturan, berhenti di halte, dan berjalan sesuai waktu dan rutenya. Bayarnya? Semua pakai uang tunai, di tram dan bus ada kondekturnya, haha. Campuran kan?

Syukurnya di sini ada uber, dan uklon, semacam ubernya sini. Keberadaan taksi online ini sangat memudahkan saya yang masih baru.
Penilaian: 4

Infrastruktur Jalan
Sama dengan Swiss, rapih. Tapi tidak sebagus dan sebersih Swiss, sih. Sama dengan Indonesia, tidak jelek juga, kurang perawatan saja. Banyak jalan berlubang dan tidak rata.
Penilaian: 4

Pasar dan Supermarket
Sama dengan Indonesia! Banyak ditemukan lapak-lapak PKL (Pedagang Kaki Lima), pasar tradisionalnya pun sama dengan Indonesia, becek, tapi tidak terlalu. Di pasar sini, area penjual daging ada di dalam loket, semacam akuarium, jadi lebih bersih, ya. Untuk supermarket sama dengan Swiss, kita harus bawa kantong sendiri, atau bisa beli di tempat. Untuk produk yang dijual, agak memprihatinkan, ya. Barangnya tidak selalu ada, harus cek tanggal kadaluarsa dengan teliti, sayur agak kurang, cabai sangat langka, haha.
Penilaian: 3

Mall dan Hipermarket Bangunan
Sama dengan Indonesia, bahkan lebih baik dari Swiss. Mall di Kyiv ini sangat besar, dan apa yang bisa mengalahkan Swiss? Mall sini buka setiap hari sampai malam! Tempat bowling banyak, ada ice rink dan rollerblade, bahkan ada indoor waterpark! Selain itu hipermarket bangunannya masif!
Penilaian: 5

Harga Barang dan Diversifikasi Produk
Murah! Indikator murah adalah paket Cheeseburger McD yang hanya Rp. 40.000, tapi selain itu ya harganya sama dengan Indonesia. Pakaian, sepatu, dan produk garmen lainnya serta barang elektronik sama dengan Indonesia. Produk yang murah di sini antara lain: minuman keras, buah, gandum, biji-bijian macam granoila, flax yang di Indonesia sekantong kecil, di sini diecer di bak, haha. Yang mahal di sini adalah seafood, cabai, dan lainnya.
Penilaian: 4

Kesenjangan Sosial
Tinggi, sama dengan Indonesia. Terlihat dari susunan rumah dan apartemen. Yang bagus dan yang buruk sering bersanding hadap-hadapan. Di jalan juga masih banyak, walau sedikit, pengemis. Tapi berdasarkan data, tingkat kriminalitasnya rendah, bahkan salah satu yang terendah di Eropa!.
Penilaian: 3

Tempat Wisata, Museum, dan Ruang Terbuka
Banyak dan melimpah! Mungkin ini yang bisa mengalahkan Swiss dalam hal generosity tempat wisata. Swiss tidak mungkin bisa dikalahkan karena punya infrastruktur wisata dan gunung-gunung esnya yang mencengangkan. Tapi di Ukraina, setidaknya di Kiev, di sini banyak gereja-gereja indah dengan narasi sejarah yang amat kaya, dan saya suka sejarah! Cerita sejarah pada tempat wisata seakan memberikan jiwa kepada tempat itu. Swiss kurang punya jiwa.

Sebaliknya, Kyiv punya banyak cerita, dimulai dari abad ke-10. Sayangnya kurang penjelasan dalam bahasa inggris, justru di situ tantangannya, seakan saya harus bisa bahasa setempat, haha.

Ruang terbukanya juga generous, banyak, rapih, hijau, dan gratis. Hal lain yang bisa mengalahkan Swiss adalah, di sini banyak pantai! Walau pantai sungai, dan airnya tidak sejernih Swiss. Setidaknya, di sini banyak tempat bengong untuk menerawang, di taman, danau, sungai, pantai, sambil minum kopi dan baca buku, atau sambil olah raga fitnes di ruang terbuka, pull up bar banyak, gratis, dan melimpah! Saya suka! Dan beberapa hal itu sudah membuat saya bahagia, haha.
Penilaian: 5

Sistem Keuangan
Bisa dikatakan buruk, sepertinya warga ukraina tidak percaya dengan bank. Bisa dilihat dari segala transaksi dengan menggunakan uang tunai. Tidak heran jika anda melihat transaksi pembelian handphone, bahkan mobil sekalipun pakai uang tunai bergepok-gepok. Bank ada, sih. Juga sering melihat orang bertransaksi pakai kartu di supermarket, tapi untuk transaksi pembelian misal antar dua orang, mereka lebih memilih uang tunai. Gaji saya pun dapatnya tunai.

Di Swiss, saya bisa satu minggu tidak pernah keluar uang tunai, semua transaksi dilakukan secara debit. Bahkan untuk beli tiket bus seharga kurang dari 5 dollar, bisa debit kartu di mesin tiket. Tidak perlu ketemu orang, dan yang enak, tidak perlu ngomong, haha. Di sini dompet jadi tebal, dan saya agak jijik pegang uang tunai yang kertas dan koin itu.

Selain itu, di sini tidak ada semacam Go-jek yang punya gopay dan bisa Go-Food, sepertinya fintech belum masuk. Ayo yang mau bikin start-up fintech di sini, peluang nih!
Penilaian: 2

Infrastrukur Rumah dan Utilitas
Untungnya dan ini lebih baik dari Swiss, hampir semua, kalau tidak semua, apartemennya furnished, saya tidak perlu repot cari dan beli furniture. Listrik, air, dan gas murah. Desain perabotannya sama dengan indonesia, haha. Uniknya warga sini suka balkon, tapi balkonnya semacam ekstensi, lalu ditutup, dikasih jendela yang bisa dibuka. Pintar! Tapi ya akhirnya jadi terlihat tidak rapih, orang bebas menjemur pakaian dan menaruh barang di balkon. Di Swiss balkonnya rapih, dan banyak ada bunga.
Penilaian: 4

Hasil akhir: tingkat bagusnya 75,55 % 

Jadi kalau nanti ada yang tanya “bagus, gak?” maka akan saya jawab “ya dibandingkan dengan Swiss dan Indonesia, bagusnya 75,55 %”, haha.

Harap diingat bahwa hasil di atas hanyalah berdasarkan observasi saya dalam rentang waktu kurang dari satu bulan. Selain itu juga penentuan variabel dan indikator dalam penjelasannya juga tidak memiliki basis data yang kuat. Metodenya pun sangat sederhana.

Sebaiknya ketika membandingkan antara dua hal, dikasih penilaian untuk membandingkan antara dua hal itu, namanya pairwise comparison, contoh:
(A) 5-4-3-2-1-0-1-2-3-4-5 (B)
Artinya antara A dan B, anda condong kemana dan nilainya berapa.

Oleh karena itu, penulisan selanjutnya perlu mempertimbangkan variabel dan metode lain, serta melakukan observasi ke kota lain agar mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh, haha.

Demikian, ya.

Kini sisi lain yang tak kalah krusialnya, saya pisahkan untuk tidak menjadi variabel di atas, namun untuk menjadi pembelajaran saja, ini sangat penting, yaitu sisi manusia dan sosialnya. Ukraina masih berperang, atau setidaknya berkonflik dengan Rusia, belum lagi masalah sosial sebagai dampak revolusi tahun 2014.

Jadi sejarah politik Ukraina ini mirip Indonesia. Kita pernah dikuasai rezim penuh KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) selama puluhan tahun. Pada masa itu para pemimpin banyak melakukan korupsi, dan memperkaya diri dengan mempersulit izin usaha. Orang yang mengkritik akan langsung dilibas. Penegakan hukum dan fungsi legislasi hampir tidak punya gigi. Tidak ada check and balance antar lembaga pemerintah, belum punya Mahkamah Konstitusi, KPK, dan lain sebagainya.

Nah, di Ukraina katanya mirip seperti itu, tapi pimpinannya adalah boneka dari Rusia, segala kendali ekonomi dipegang oleh Rusia. Lalu puncaknya ya itu tahun 2014, kalau di kita tahun 1998. Saya kaget mengetahui jumlah korban tewas, mencapai ratusan! Foto para korban terpampang jelas di gereja utama, ada foto dan namanya. Kita tahun 1998 yang utama saja seingat saya hanya 4, itu pun sudah mengubah banyak hal. Di sini korban tewas ratusan dan belum ada tindak lanjut!

Sang presiden koruptor lari tunggang langgang ke Rusia. Ia meninggalkan istana megah penuh perabotan emas yang kemudian dijadikan museum anti korupsi oleh pemerintah Ukraina. Tapi dampak revolusi belum selesai sampai sekarang. Sejumlah daerah di timur menggelar referendum, dan beberapa ada yang mengumumkan kemerdekaan sendiri, walau bisa ditebak didukung oleh Rusia. Rusia pun mencaplok beberapa wilayah kawasan. Ukaina tak berdaya melawan Rusia.

Pemberitaan media pun tidak sejuk, begitu banyak narasi kebencian kepada Rusia, warga pun terbelah dua antara mendukung Rusia atau tidak. Agama mayoritas yaitu Ortodox yang berafiliasi dengan pusat Ortodox di Rusia juga menambah rumitnya konflik ini, sehingga Ukraina berusaha membuat pusat Ortodox sendiri.

Oya, orang sini itu relijius loh, saya pun melihatnya damai sekali. Setiap orang yang lewat depan gereja, di jalan atau di mobil, atau mau masuk pekarangan gereja saja, dan keluar dari gereja, mereka membuat isyarat salib di kepala dan badan, berkali-kali! Para perempuannya pun wajib pakai kerudung. Damai sekali.

Kembali ke masalah tadi, bandingkan dengan Indonesia. Kita punya ratusan suku, bahasa, ribuan pulau, budaya dan lain sebagainya, tapi bisa melalui tahun 1998 dengan relatif damai. Mereka yang hanya ada 2 bahasa, agama pun relatif sama mayoritas, tampang mirip semua, tapi korban revolusinya sampai ratusan bahkan ribuan, itu pun masih menyisakan konflik sampai sekarang.

Perang itu buruk kawan. Jangan lah kita sampai berperang. Saya bisa melihat orang sini, di setiap wajahnya ada kesedihan yang mendalam. Siapa yang tahu mungkin mereka terusir dari kampung halamannya di wilayah timur, meninggalkan keluarga yang mungkin sudah tidak ada, mungkin rumahnya dibakar, harta benda semuanya ditinggalkan untuk pindah ke kota. Jika saya tanya tentang revolusi tahun 2014, seketika mata mereka berkaca-kaca, itu tanda bagi saya untuk mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.

Kita Indonesia, harus lebih bersyukur, dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan sesuai cita-cita para pendiri bangsa kita.


FOTO-FOTO


(Taman Kota)

(Wisata River Cruise)

(Pemandangan Dari Sungai)

(Gereja dengan Cerita Sejarah)

(Taman Kota)

(Bendera Ukraina, Biru Melambangkan Langit, Kuning Untuk Ladang Gandum)

(Taman Kota)

(Bus Mirip Metromini, bayarnya ke supir)

(Pull up bar dimana-mana)

(Jalan ke Pantai)

(Pantai Obolonska)

(Semacam Square)

(Stasiun Metro, Kereta Bawah Tanah)

(Banyak PKL di Sini)

(Suasana Pasar Tradisional)

(Suasana Macet Kota Kyiv)




(trus, Dhis...?!!)