CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

9.7.19

34th Birthday



Besok hari ulang tahun saya yang ke-34. Apa saja pencapaian saya selama setahun terakhir dan apa harapan saya untuk satu tahun ke depan? Setidaknya dua hal itu yang biasa saya tulis atau renungkan menjelang dan ketika berulang tahun.

I survived, I guess. Saya telah tinggal di kota Kyiv untuk bertugas, setidaknya untuk kurang lebih 2 tahun ke depan. Beberapa bulan pertama kota ini, negara ini terlihat depresi. Bagi saya pemandangan orang yang cuek di jalan, infrastruktur, dan kehidupan konsumtifnya yang minimalis begitu membuat depresi. Apalagi saat itu musim dingin, dan musim dingin di Ukraina sangat mengerikan.

Pernah suatu masa saya sulit tidur, mimpi buruk akan kenangan masa kecil terus berdatangan di malam-malam yang dingin. Mungkin itu yang dinamakan winter blues. Tapi saya bertahan. Nyatanya memiliki kesibukan baru seperti kursus bahasa Rusia dan rutin ke tempat fitness memang benar menyehatkan mental dan raga. Mimpi buruk hilang, tidur pun nyenyak.

Saya pun sudah bisa mengatur jadwal, kapan mau kursus bahasa, kapan mau olah raga, kapan mau belanja, jalan-jalan, atau sekedar makan makanan indonesia di restoran 1 minggu sekali. Jadwal itu sangat membantu, it helps.

Saya bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, saya sehat dan berhasil melewati bulan puasa pertama di Ukraina dengan baik. Saya juga bersyukur diberikan kolega di kantor yang pada umumnya baik, dan lucu, setidaknya menurut saya.

Kini musim panas, dan kota Kyiv sudah menampakkan wajah indahnya. Matahari dimana-mana, suhu panas, air sungai yang mengalir, pantai pasir putih, jembatan besar, taman, hutan, dan semuanya, saya suka.

Buku yang telah saya baca termasuk The Subtle Art of Not Giving a F*ck. Buku itu bagus dan fenomenal, tentang bagaimana kita seharusnya hanya fokus pada sesuatu yang benar-benar penting dan berpengaruh pada hidup kita. Fokus hanya pada nilai-nilai yang benar-benar membuat kita bahagia. Nilai, itu yang terpenting. Bahwa kebahagiaan adalah bukan untuk meraih semua, tapi hanya beberapa.

Kemudian buku yang sedang saya baca adalah Sapiens, tentang sejarah manusia, tentang mengapa manusia menjadi satu-satunya spesies yang berhasil menguasai dunia. Buku ini meninjau dari sisi sejarah dan biologi, tentang mengapa manusia berhasil melakukan revolusi kognitif sehingga menjadi spesies yang lebih unggul dari spesies yang lain.

Kemampuan berbahasa, kemampuan untuk mengukur sesuatu di luar indera kita, adalah salah satu penyebab revolusi kognitif. Manusia adalah satu-satunya spesies yang bisa bekerja sama dalam jumlah yang besar walau baru kenal sebentar, hanya karena percaya akan hal yang sama. Misal, agama, kita bisa langsung menyapa orang yang baru kita kenal di negara berbeda, hanya karena kita merasa ada yang sama, agama itu tadi.

Kita bisa menciptakan sesuatu yang belum pernah ada, bahkan tidak ada, tapi dipercaya bahwa itu ada. contoh, konsep uang, konsep hukum, konsep pendirian perusahaan, saham, sistem ekonomi, ideologi, dan yang masif dipercayai saat ini adalah konsep hak asasi manusia. Semua hal itu tentu rise and fall, ada masa jatuh dan berkembang, namun intinya sama, semua adalah hasil ciptaan manusia dalam rangka bekerja sama, apakah itu kebetulan? Atau sudah tertanam di DNA kita dan menjadi produk evolusi? Menarik.

1 tahun ke depan ada beberapa hal yang ingin saya capai, melibatkan rasa sakit, yaitu pemasangan kawat gigi. Saya harap akan berjalan baik-baik saja karena saya sudah menginginkan hal ini sejak lama, namun saya terlalu takut. Seharusnya saya bersyukur karena kondisi saya tidak terlalu buruk, tidak over-bite atau under-bite, karena ada kolega saya yang ternyata saya baru tahu, sudah menjalankan proses itu, 6 tahun! Ternyata dulu dia over-bite.

Lalu apa harapan saya yang lain? Tuhan, berikan saya yang terbaik, mudahkanlah segala urusan saya, jadikanlah saya dikelilingi orang yang baik, lindungi saya, istri saya, dan seluruh keluarga saya.


(trus, Dhis...?!!)

4.12.18

Love-Hate Relationship with Broccoli


I do have a love-hate relationship with broccoli. Saya terkenal sejak kecil memang tidak suka sayur. Bagi saya, apa ya, rasanya, just don’t like it. Saya paling benci kalau makan sayur, rasanya masih seperti, sayur, dan rasa sayur itu ya mentah.. haha...

Tapi saya sadar kalau sayur memang banyak manfaatnya. Kandungan sayur paling banyak adalah serat, kemudian vitamin dan mineral yang tentunya sangat dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh tidak bisa memproduksinya sendiri. But hey, kan ada pil atau tablet yang isinya ekstraksi beberapa jumlah buah dan sayur? Bagi saya ketika pertama melihat iklan pil itu di TV, rasanya seperti penemuan abad ini, saya terperangah dan merasa ingin memberikan hadiah nobel bidang kesehatan kepada orang yang menciptakannya.

Bagaimana tidak, pil itu akan menyelamatkan nyawa anak-anak macam saya yang tidak suka makan sayur ini, haha... tapi harganya mahal, dan ya, saya beli! Dampaknya gimana? Gak ada. Kayaknya dibohongin deh, mana kita tahu berapa komposisi jumlah buah dan sayurnya kan.

Ketidaksukaan terhadap sayur gak berlangsung lama, sampai tiba waktu SMA (lama banget itu mah) saya menemukan jenis sayur yang saya sukai, yaitu kangkung!.. balado! Haha... tetep ya dicabein. Kangkung balado rasanya ya, tidak seperti sayur, enak krenyes-krenyes pedas.

Lalu bagaimana dengan saya yang kini hidup di Ukraina sini? Memprihatinkan. Sayur terbatas, kangkung mustahil ada, ada sih, tapi 600 kilometer jauhnya, itu pun di musim-musim tertentu. Oke, sayur nomor dua dalam daftar sayuran yang bisa saya makan yaitu bayam. Nasibnya tidak setragis kangkung di sini, masih ada, tapi gak semua supermarket ada. Di supermarket di bawah apartemen saya nihil bayam, harus ke supermarket yang agak jauhan, tapi di musim salju begini, wah mimpi deh, mending saya balik makan yoghurt aja sampe kembung, haha..

Nomor tiga yaitu sawi putih, disini banyak. Dimana-mana ada, bahkan di supermarket di bawah apartemen saya ada, terima kasih ya Allah, kalau enggak saya makan yoghurt terus sebagai pengganti sayur, haha.. eh tapi sekarang masih makan yoghurt juga sih, tidak kalah penting lho itu. Kebiasaan makan yoghurt saya sejak bertugas di swiss, di sana orang-orangnya, anak-anaknya, ya cemilannya yoghurt, and it’s really have a big impact to my health as well. Mau ke belakang lancar? Mau buang air besar sempurna solid tak berbekas ketika di-wipe? Makanlah yoghurt dengan rutin, kurangi nasi, hindari stress, tidur yang teratur, dan berolah raga dengan cukup, haha.. mampus kan loh.

Back to sawi putih, jadi ceritanya mulai minggu kemarin saya masak sayur sawi putih, seperti biasa hanya ditumis saja dengan cabe-bawang-tomat. Rasanya sempurna, walau ya nomor tiga kan, tidak akan bisa mengalahkan yang nomor satu itu.

Suatu malam pulang kantor, saya ingin sekali makan mewah, yaitu nasi, ayam, dan sayur, iya, makanan warteg begitu mah di sini mewah, haha.. saya biasa makannya steak, kebab, daging kalkun panggang, burger, ah bosan. Lalu saya pergi ke supermarket di bawah apartemen. Seperti biasa tidak ada bayam, gak tau kenapa walau pun gak ada, tetap saja saya cari-cari.

Menengok ke sawi putih, oke saya ambil. Sambil mikir proses masaknya nanti, duh bakal lama nih. Lalu kemudian, sesuatu yang mengejutkan terjadi, entah kenapa tangan saya ini menggapai rak ketiga di urutan tengah, dan saya mengambil.. brokoli! hijau! bukan putih. eh mahal loh, kampret bener nih sayur, udah gak enak mahal pula, oke saya ambil.

Seakan-akan si brokoli ini menatap nanar kepada saya, memohon agar dapat diambil dan dimasak, supaya membawa manfaat kesehatan kepada saya yang belakangan ini ada masalah ke belakang, haha... oke bro (brokoli), gw ambil.

in my kitchen, I’d through a lot of decision making process on my brain just to decide, whether I should cook sawi putih or broccoli. And surprisingly, I choose broccoli! Man, that takes a lot of faith in there. Broccoli, I believe in you, in.. you. 

As it turn out, it’s not that bad. Saya kagum dengan bentuk brokoli yang kokoh, kuat, bentuknya pun lucu ya seperti pohon, beneran pohon (apaan sih). Setelah youtube sana-sini cara memasak brokoli, pilihan saya jatuh kepada cara memasak dengan.. microwave! (dasar males) haha... tapi bener, lebih kepada faktor kecepatan sih.

Jadi masak brokoli ini mudah sekali gaes (udah kayak youtuber belum?) potong setiap cabang brokoli yang ingin kita makan dengan jumlah yang kita inginkan, and this is the exciting part, kita bisa mudah menentukan seberapa banyak yang mau kita makan. Brokoli ini bak uang yang beredar di masyarakat, atau minyak tanah yang mudah dibagi-bagi. Mau 2 cabang? 3 cabang? Tinggal potong pangkal cabangnya, terus simpan lagi sisanya di kulkas.

Beda sama kangkung, atau bayam dan sawi putih, kita gak bisa benar-benar membagi dengan jelas. Kangkung dan bayamnya tergantung iketannya, sawi putih belah dua, kalo masih kebanyakan ya bisa buat makan berikutnya dipanasin lagi (ribet amat lo dhis!)

Back to broccoli, setelah dipotong, dicuci, saya suka membiarkan potongannya tetap menyerupai pohon kecil (penting banget?) terus taruh di mangkok, kasih air sedikit, kasih garam dan lada, masukkan ke microwave, dan masak untuk 2 menit, ya 2 menit saja, voila!

Rasanya gak enak, tetap ada rasa sayur mentah, namun masih bisa saya makan, ini menjadikan brokoli nomor 4 dalam daftar sayur saya, hore! Selamat ya brokoli, haha...

Dan entah kesambet apa, pagi ini saya sarapan dengan side dish 2 pohon kecil brokoli, rasanya? Gak enak. But then again I remember all the good and benefit of eating broccoli, no doubt of that. I feel energized. 

Jadi, ke depan, saya berjanji pada diri sendiri untuk lebih sering memakan brokoli, no matter what, just close your eyes and eat it!

Saya tidak akan menjelaskan manfaat dari brokoli, banyak banget, bisa di-google sendiri, tapi saya menemukan topik menarik di internet mengapa saya, dan mungkin orang lain yang tidak suka makan sayur itu, tidak suka makan sayur (duh). Jadi, kita orang yang tidak suka makan sayur menganggap atau merasa sayur itu ya pahit.

Ternyata ini ada hubungannya dengan gen atau DNA kita, ada keanehan tampaknya. Kita memiliki apa yang namanya perceived of bitterness yang lebih tinggi dari orang lain, kalau di-bahasa indonesiakan berarti persepsi kepahitan, atau prasangka kepahitan (ciee).

Berdasarkan penelitian Jerzsa-Latta, Krondl, dan Coleman (1990), ada hubungan antara struktur kimia pada sayuran sebangsa brokoli terhadap persepsi kepahitan. Sementara Wooding et al (2010) menemukan bahwa mutasi gen TAS2R38 bersama dengan faktor lainnya dapat menentukan persepsi kepahitan seseorang. Kemudian Wieczorek, Zielinska, Walczak, dan Jelen (2017) meneliti bahwa selain gen, persepsi kepahitan juga dipengaruhi faktor kemampuan reseptor dan campuran bahan makan serta aroma.

Jadi sebenarnya, kami bisa merasakan pahit secara sensitif bahkan untuk jumlah yang sangat sedikit yang tidak dirasakan oleh orang lain. Hal tersebut adalah kemampuan dasar manusia untuk bertahan hidup, yaitu untuk menghindari racun, karena rata-rata racun itu pahit. Namun seiring berjalan waktu, dan semakin baiknya proses pembuatan makanan, evolusi manusia membuat kemampuan itu menurun.

Jadi kami-kami ini yang punya persepsi kepahitan yang tinggi tampaknya masih ketinggalan dalam
berevolusi (tragis).


image by: pixabay.com
(trus, Dhis...?!!)

16.9.18

KIEV AT FIRST SIGHT

Kiev, Ukraina. Belum genap satu bulan saya berada di kota ini, di negara ini, namun saya sudah sangat ingin menulis tentangnya. Adalah kali ini, kedua kalinya saya penempatan, istilahnya adalah penugasan dari kantor saya. Sebelumnya saya penugasan di Swiss.

Ukraina, sebuah negara di Eropa Timur, berbatasan dengan Rusia dan Belarusia di sebelah Timur dan Utara, Polandia, Slovakia, dan Hungaria di sebelah Barat, dan Laut Hitam di sebelah Selatan. Ukraina adalah negara dengan wilayah terbesar di Eropa dalam artian, negara Eropa Timur yang seluruhnya di wilayah Eropa, dan ia yang paling luas.

Banyak yang bertanya “bagus, gak?”, maka saya akan bertanya balik “dibandingkan dengan apa?” tentu harus ada pembandingnya, bukan? Harus disusun kriteria, variabel, dan indikator “bagus” itu yang seperti apa, lalu arahkan ke dalam suatu kerangka pemikiran dan metode dengan sebelumnya menentukan pembanding, diberikan bobot, lalu kemudian diperingkat, maka keluar lah hasilnya bagus, tidak bagus, sedikit bagus, sangat bagus, atau apa?

Tenang, tulisan ini tidak se-ilmiah itu, kok. Tulisan ini hanya sebagai gambaran umum saja, toh saya belum menjelajah ke seantero negeri, hanya baru di kota Kyiv saja.

Jadi saya akan ceritakan pengalaman saya yang belum satu bulan ini menjelajah kota Kyiv, sekaligus memberikan kriteria, pembanding, opini, harapan, dan lain-lain.

Yuk, mulai.

Sistem Transportasi
Ini kriteria paling utama, sih. Di Kyiv, bisa dikatakan hampir sama dengan Jakarta, kalau saya bilang Jakarta, berarti ya rata-rata seperti Indonesia, ya. Gaya menyetirnya sama, ugal-ugalan. Macetnya juga sama ketika berangkat dan pulang kerja, walau tidak sampai 2-3 jam baru sampai rumah, paling hanya macet satu jam baru sampai lokasi tujuan.

Di sini tidak ada jalan tol, semua jalan adalah milik rakyat, haha. Parkir pun bisa sembarangan, parkir dimana saja asal rodanya naik satu sudah cukup, atau cukup tidak menghalangi orang lewat.

Jika di Indonesia ada tulisan “belok kiri langsung”, di sini cukup pakai rambu tanda panah hijau, artinya ya langsung sesuai tanda panahnya, pintar!

Transportasi umumnya, mirip, campuran antara Swiss dan negara Eropa Barat lainnya, dengan Indonesia, loh, kok bisa? Di sini ada kereta bawah tanah (Metro), bus, tram, cable car, bus kecil seperti metro mini, semuanya taat aturan, berhenti di halte, dan berjalan sesuai waktu dan rutenya. Bayarnya? Semua pakai uang tunai, di tram dan bus ada kondekturnya, haha. Campuran kan?

Syukurnya di sini ada uber, dan uklon, semacam ubernya sini. Keberadaan taksi online ini sangat memudahkan saya yang masih baru.
Penilaian: 4

Infrastruktur Jalan
Sama dengan Swiss, rapih. Tapi tidak sebagus dan sebersih Swiss, sih. Sama dengan Indonesia, tidak jelek juga, kurang perawatan saja. Banyak jalan berlubang dan tidak rata.
Penilaian: 4

Pasar dan Supermarket
Sama dengan Indonesia! Banyak ditemukan lapak-lapak PKL (Pedagang Kaki Lima), pasar tradisionalnya pun sama dengan Indonesia, becek, tapi tidak terlalu. Di pasar sini, area penjual daging ada di dalam loket, semacam akuarium, jadi lebih bersih, ya. Untuk supermarket sama dengan Swiss, kita harus bawa kantong sendiri, atau bisa beli di tempat. Untuk produk yang dijual, agak memprihatinkan, ya. Barangnya tidak selalu ada, harus cek tanggal kadaluarsa dengan teliti, sayur agak kurang, cabai sangat langka, haha.
Penilaian: 3

Mall dan Hipermarket Bangunan
Sama dengan Indonesia, bahkan lebih baik dari Swiss. Mall di Kyiv ini sangat besar, dan apa yang bisa mengalahkan Swiss? Mall sini buka setiap hari sampai malam! Tempat bowling banyak, ada ice rink dan rollerblade, bahkan ada indoor waterpark! Selain itu hipermarket bangunannya masif!
Penilaian: 5

Harga Barang dan Diversifikasi Produk
Murah! Indikator murah adalah paket Cheeseburger McD yang hanya Rp. 40.000, tapi selain itu ya harganya sama dengan Indonesia. Pakaian, sepatu, dan produk garmen lainnya serta barang elektronik sama dengan Indonesia. Produk yang murah di sini antara lain: minuman keras, buah, gandum, biji-bijian macam granoila, flax yang di Indonesia sekantong kecil, di sini diecer di bak, haha. Yang mahal di sini adalah seafood, cabai, dan lainnya.
Penilaian: 4

Kesenjangan Sosial
Tinggi, sama dengan Indonesia. Terlihat dari susunan rumah dan apartemen. Yang bagus dan yang buruk sering bersanding hadap-hadapan. Di jalan juga masih banyak, walau sedikit, pengemis. Tapi berdasarkan data, tingkat kriminalitasnya rendah, bahkan salah satu yang terendah di Eropa!.
Penilaian: 3

Tempat Wisata, Museum, dan Ruang Terbuka
Banyak dan melimpah! Mungkin ini yang bisa mengalahkan Swiss dalam hal generosity tempat wisata. Swiss tidak mungkin bisa dikalahkan karena punya infrastruktur wisata dan gunung-gunung esnya yang mencengangkan. Tapi di Ukraina, setidaknya di Kiev, di sini banyak gereja-gereja indah dengan narasi sejarah yang amat kaya, dan saya suka sejarah! Cerita sejarah pada tempat wisata seakan memberikan jiwa kepada tempat itu. Swiss kurang punya jiwa.

Sebaliknya, Kyiv punya banyak cerita, dimulai dari abad ke-10. Sayangnya kurang penjelasan dalam bahasa inggris, justru di situ tantangannya, seakan saya harus bisa bahasa setempat, haha.

Ruang terbukanya juga generous, banyak, rapih, hijau, dan gratis. Hal lain yang bisa mengalahkan Swiss adalah, di sini banyak pantai! Walau pantai sungai, dan airnya tidak sejernih Swiss. Setidaknya, di sini banyak tempat bengong untuk menerawang, di taman, danau, sungai, pantai, sambil minum kopi dan baca buku, atau sambil olah raga fitnes di ruang terbuka, pull up bar banyak, gratis, dan melimpah! Saya suka! Dan beberapa hal itu sudah membuat saya bahagia, haha.
Penilaian: 5

Sistem Keuangan
Bisa dikatakan buruk, sepertinya warga ukraina tidak percaya dengan bank. Bisa dilihat dari segala transaksi dengan menggunakan uang tunai. Tidak heran jika anda melihat transaksi pembelian handphone, bahkan mobil sekalipun pakai uang tunai bergepok-gepok. Bank ada, sih. Juga sering melihat orang bertransaksi pakai kartu di supermarket, tapi untuk transaksi pembelian misal antar dua orang, mereka lebih memilih uang tunai. Gaji saya pun dapatnya tunai.

Di Swiss, saya bisa satu minggu tidak pernah keluar uang tunai, semua transaksi dilakukan secara debit. Bahkan untuk beli tiket bus seharga kurang dari 5 dollar, bisa debit kartu di mesin tiket. Tidak perlu ketemu orang, dan yang enak, tidak perlu ngomong, haha. Di sini dompet jadi tebal, dan saya agak jijik pegang uang tunai yang kertas dan koin itu.

Selain itu, di sini tidak ada semacam Go-jek yang punya gopay dan bisa Go-Food, sepertinya fintech belum masuk. Ayo yang mau bikin start-up fintech di sini, peluang nih!
Penilaian: 2

Infrastrukur Rumah dan Utilitas
Untungnya dan ini lebih baik dari Swiss, hampir semua, kalau tidak semua, apartemennya furnished, saya tidak perlu repot cari dan beli furniture. Listrik, air, dan gas murah. Desain perabotannya sama dengan indonesia, haha. Uniknya warga sini suka balkon, tapi balkonnya semacam ekstensi, lalu ditutup, dikasih jendela yang bisa dibuka. Pintar! Tapi ya akhirnya jadi terlihat tidak rapih, orang bebas menjemur pakaian dan menaruh barang di balkon. Di Swiss balkonnya rapih, dan banyak ada bunga.
Penilaian: 4

Hasil akhir: tingkat bagusnya 75,55 % 

Jadi kalau nanti ada yang tanya “bagus, gak?” maka akan saya jawab “ya dibandingkan dengan Swiss dan Indonesia, bagusnya 75,55 %”, haha.

Harap diingat bahwa hasil di atas hanyalah berdasarkan observasi saya dalam rentang waktu kurang dari satu bulan. Selain itu juga penentuan variabel dan indikator dalam penjelasannya juga tidak memiliki basis data yang kuat. Metodenya pun sangat sederhana.

Sebaiknya ketika membandingkan antara dua hal, dikasih penilaian untuk membandingkan antara dua hal itu, namanya pairwise comparison, contoh:
(A) 5-4-3-2-1-0-1-2-3-4-5 (B)
Artinya antara A dan B, anda condong kemana dan nilainya berapa.

Oleh karena itu, penulisan selanjutnya perlu mempertimbangkan variabel dan metode lain, serta melakukan observasi ke kota lain agar mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh, haha.

Demikian, ya.

Kini sisi lain yang tak kalah krusialnya, saya pisahkan untuk tidak menjadi variabel di atas, namun untuk menjadi pembelajaran saja, ini sangat penting, yaitu sisi manusia dan sosialnya. Ukraina masih berperang, atau setidaknya berkonflik dengan Rusia, belum lagi masalah sosial sebagai dampak revolusi tahun 2014.

Jadi sejarah politik Ukraina ini mirip Indonesia. Kita pernah dikuasai rezim penuh KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) selama puluhan tahun. Pada masa itu para pemimpin banyak melakukan korupsi, dan memperkaya diri dengan mempersulit izin usaha. Orang yang mengkritik akan langsung dilibas. Penegakan hukum dan fungsi legislasi hampir tidak punya gigi. Tidak ada check and balance antar lembaga pemerintah, belum punya Mahkamah Konstitusi, KPK, dan lain sebagainya.

Nah, di Ukraina katanya mirip seperti itu, tapi pimpinannya adalah boneka dari Rusia, segala kendali ekonomi dipegang oleh Rusia. Lalu puncaknya ya itu tahun 2014, kalau di kita tahun 1998. Saya kaget mengetahui jumlah korban tewas, mencapai ratusan! Foto para korban terpampang jelas di gereja utama, ada foto dan namanya. Kita tahun 1998 yang utama saja seingat saya hanya 4, itu pun sudah mengubah banyak hal. Di sini korban tewas ratusan dan belum ada tindak lanjut!

Sang presiden koruptor lari tunggang langgang ke Rusia. Ia meninggalkan istana megah penuh perabotan emas yang kemudian dijadikan museum anti korupsi oleh pemerintah Ukraina. Tapi dampak revolusi belum selesai sampai sekarang. Sejumlah daerah di timur menggelar referendum, dan beberapa ada yang mengumumkan kemerdekaan sendiri, walau bisa ditebak didukung oleh Rusia. Rusia pun mencaplok beberapa wilayah kawasan. Ukaina tak berdaya melawan Rusia.

Pemberitaan media pun tidak sejuk, begitu banyak narasi kebencian kepada Rusia, warga pun terbelah dua antara mendukung Rusia atau tidak. Agama mayoritas yaitu Ortodox yang berafiliasi dengan pusat Ortodox di Rusia juga menambah rumitnya konflik ini, sehingga Ukraina berusaha membuat pusat Ortodox sendiri.

Oya, orang sini itu relijius loh, saya pun melihatnya damai sekali. Setiap orang yang lewat depan gereja, di jalan atau di mobil, atau mau masuk pekarangan gereja saja, dan keluar dari gereja, mereka membuat isyarat salib di kepala dan badan, berkali-kali! Para perempuannya pun wajib pakai kerudung. Damai sekali.

Kembali ke masalah tadi, bandingkan dengan Indonesia. Kita punya ratusan suku, bahasa, ribuan pulau, budaya dan lain sebagainya, tapi bisa melalui tahun 1998 dengan relatif damai. Mereka yang hanya ada 2 bahasa, agama pun relatif sama mayoritas, tampang mirip semua, tapi korban revolusinya sampai ratusan bahkan ribuan, itu pun masih menyisakan konflik sampai sekarang.

Perang itu buruk kawan. Jangan lah kita sampai berperang. Saya bisa melihat orang sini, di setiap wajahnya ada kesedihan yang mendalam. Siapa yang tahu mungkin mereka terusir dari kampung halamannya di wilayah timur, meninggalkan keluarga yang mungkin sudah tidak ada, mungkin rumahnya dibakar, harta benda semuanya ditinggalkan untuk pindah ke kota. Jika saya tanya tentang revolusi tahun 2014, seketika mata mereka berkaca-kaca, itu tanda bagi saya untuk mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.

Kita Indonesia, harus lebih bersyukur, dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan sesuai cita-cita para pendiri bangsa kita.


FOTO-FOTO


(Taman Kota)

(Wisata River Cruise)

(Pemandangan Dari Sungai)

(Gereja dengan Cerita Sejarah)

(Taman Kota)

(Bendera Ukraina, Biru Melambangkan Langit, Kuning Untuk Ladang Gandum)

(Taman Kota)

(Bus Mirip Metromini, bayarnya ke supir)

(Pull up bar dimana-mana)

(Jalan ke Pantai)

(Pantai Obolonska)

(Semacam Square)

(Stasiun Metro, Kereta Bawah Tanah)

(Banyak PKL di Sini)

(Suasana Pasar Tradisional)

(Suasana Macet Kota Kyiv)




(trus, Dhis...?!!)

27.2.18

Cara Membuat Koneksi Client-Server Aplikasi SAS 2018




Apakah anda pengelola keuangan yang kesulitan menggunakan aplikasi SAS? Bingung membuat koneksi client-server untuk Aplikasi SAS? Sudah berkoordinasi dengan orang KPPN namun tetap tidak ada hasil, malah dibilang gampang-gampang saja? Dibilang gak perlu settingan khusus?

Nah..!! anda datang ke blog yang tepat, tanpa berbasa-basi saya akan jelaskan cara membuat koneksi server-client Aplikasi SAS 2018.

Tapi tunggu dulu, saya mau cerita, satuan kerja saya baru saja berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. Nah, sebagai satuan kerja baru, harus melakukan setting aplikasi-aplikasi keuangan yang kata pengelola keuangan kami sangat sulit dan ribet. Kemudian saya dikenalkan dengan Aplikasi SAS 2018 yang sampai saat ini saya tidak tahu apa kepanjangan dari SAS 😄

Singkat cerita, sang pengelola keuangan ingin dibuatkan koneksi server-client, bahwa ada server atau komputer yang dijadikan server. Okey dalam hati saya. Segera saja saya minta petunjuk teknis dan manualnya. Dalam bayangan saya tinggal klak-klik menu di atas, mungkin ada menu connect to server, atau ada menu make this computer a server.

Namun, alangkah terkejutnya saya mengetahui tidak ada petunjuk teknisnya, tidak ada manualnya, apaa..!! seperti sinetron india yang zoom in dan zoom out. Aplikasi besutan Kementerian terkaya se-Indonesia ternyata primitif, masih pakai Foxpro, dan tidak ada manualnya. Satu-satunya cara belajar adalah lewat whatsapp dengan orang KPPN katanya, oke saya bilang tanya aja caranya bagaimana.

Jawabannya gimana? Cuma jawab gampang, kan di sana ada orang TI, gak ada setting khusus, cuma nembak IP saja.

Hadeeeh… nembak IP? Istilah apa itu? Saya orang TI gak ngerti istilah nembak IP. Caranya gimana, klik apa, masuk ke menu apa gitu lho…😞

Aplikasi SAS 2018 ini cukup penting soalnya, bisa-bisa gak gajian kalau pengelola keuangan ini gak pakai Aplikasi SAS 2018. Kita sudah menghubungi pengelola keuangan di satuan kerja yang lain, jawabannya nihil, mereka juga gak tau caranya. Gimana sih ini? Aplikasi penting, banyak dipakai orang, tapi minim transfer knowledge.

Saya paham sih, aplikasi ini cuma diinstal sekali setahun, dan para pengelola keuangan juga menggunakan banyak aplikasi primitif lainnya. Pengelola keuangan juga enggan mengganti komputernya karena mereka paham, sekali ganti komputer bakalan repot instal-instal aplikasi keuangan lainya, dan itu sangat mengerikan jika aplikasi baru yang telah diinstal malah tidak berjalan.

Kepada Kementerian Keuangan, tolong bereskan pekerjaan ini, buat sistem yang baik, on-line, permudah dengan frequently asked question, petunjuk teknis dan manual. Dan paling penting, jangan banyak aplikasi lah, integrasi donk, tolonglah, kasihan para pengelola keuangan ini siang, malam sampai sabtu-minggu kerja keras melototin aplikasi, kantung mata mereka sudah membesar, hehee….
😉

Oke gak usah panjang lebar, udah gak sabar kan mau tau caranya? Mau tau aja atau mau tau banget? Ini dia..

1. Buat hubungan server-client. Sebenarnya bukan bentuknya yang seperti server segede gaban juga, komputer biasa sebenarnya bisa kok. Misal  mau ada koneksi beberapa komputer di ruangan dengan Aplikasi SAS, maka anda harus tentukan komputer yang ingin dijadikan server.

2. Pilih komputer sebagai server yang punya spesifikasi tinggi, baik, dan tidak punya kenangan masa lalu dengan mantan, eh.. maksudnya tidak punya sejarah kerusakan di masa lalu. Komputernya harus tinggi, baik, dan pengertian, duh, maksudnya komputernya dalam kondisi baik, terlindungi dengan anti virus, dan sebaiknya memakai USB, eh, UPS, agar kalau mati lampu (anak jaman dulu bilangnya mati lampu) komputernya masih nyala tra..la..la.

3. Cek IP komputer server itu, jika masih DHCP, tolong dibuat manual, caranya gimana? Tinggal telepon staf TI di kantor anda, hahaa…. Gini caranya,






4. Masuk ke Network and Sharing Center, klik di gambar atau tulisan ethernet, lalu klik details. Nanti muncul details alamat jaringan komputer anda, catat, jika DHCP enabled yes, maka perlu dimanualkan.



5. Klik Properties, pilih Internet Protocol Version-4, dan Properties lagi untuk memasukkan secara manual alamat IP dan turunannya, berdasarkan catatan tadi. Ribet ya? Ya udah panggil aja staf TI-nya yah, hahaa…



6. Lalu pada komputer server, temukan folder instalasi Aplikasi SAS 2018, biasanya di Drive C. temukan file notepad txt, namanya IPSERVER. Nah buka dan kosongkan isinya.





7. Kemudian di komputer lain, komputer yang mengakses SAS 2018 dan ingin dikoneksikan dengan server, temukan file notepad txt tadi, namanya sama, IPSERVER, tapi kali ini diisikan alamat IP komputer server.

8. Mudah bukan… voilla!! … Aplikasi SAS 2018 berhasil bekerja, gajian pun lancar. Ternyata yang dimaksud dengan nembak IP itu cuma poin 7 di atas, gitu doank ternyata, tapi jadi beban pikiran berhari-hari karena gak ada di mana-mana caranya.

😊😊

NB: Tujuan saya membuat postingan blog ini adalah untuk transfer of knowledge, karena ternyata caranya sangat mudah, namun kenyataannya banyak pengelola keuangan yang kesulitan. Budayakanlah menulis apa yang anda lakukan, dan lakukanlah apa yang anda tulis. 😉


(trus, Dhis...?!!)

31.1.18

Karya Akhir, Wisuda, S2 Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia (MTI UI) - Habis

Terakhir saya posting tentang kehidupan kuliah di S-2 Magister Teknologi Informasi adalah pada tanggal 20 Juni 2017 yaitu cerita saat kuliah pada tahap Semester III. Sudah lebih dari 6 bulan yang lalu, karena memang ada kesibukan lain dan pindah tugas kerja ke unit yang lain di kantor.

Sekarang Januari 2018, padahal saya lulus Desember 2016, dan wisuda Februari 2017, sudah hampir setahun yang lalu, mudah-mudahan masing ingat ya 😉

Peringatan: 
Tulisan ini sangat panjaaang sekali..

...

saya sudah peringatkan loh ya... risiko tanggung sendiri..

Sebelumnya saya sampaikan kembali tulisan-tulisan saya sbb:

- Awal masuk, ujian SIMAK-UI 
- Semester I 
- Semester II 
- Semester III 

Dilanjutkan dengan penulisan Karya Akhir sebagai berikut.

Alhamdulillah nilai mata kuliah MPPI saya A, eh atau A+ ya, saya lupa, yang jelas saya berhak untuk mengajukan topik KA (Karya Akhir) dan mendapatkan pembimbing di semester III. Artinya saya bisa mengerjakan KA, sambil kuliah berjalan, dan saat itu saya yakin, pasti akan sangat berat. 

Dua minggu pertama awal perkuliahan adalah awal mula mendebarkan, karena kita menunggu email dari sekretariat tentang pengajuan proposal, belum lagi tau apa topiknya, lalu siapa dosen pembimbingnya (dosbing), ini mau dipanggil dosbing atau dospem ya? Kalau dosbing jadi dosen bingung, kalau dospem jadi dosen pembantu, hahaa… 😆

Anyway, email itu datang juga, dimana kita harus mengirim kembali dengan Topik KA, dan usulan judul, nanti oleh sekretariat akan dikompilasi dan dicocokkan dengan dosbing yang available, karena satu dosbing hanya boleh membimbing maksimal 10 mahasiswa. Selain itu juga topik dan usulan judul berpengaruh terhadap pemilihan dosbing. Jadi, ya harus pintar-pintar pilih judul, soalnya saya tidak mau dengan salah satu atau salah dua dosen yang terkenal.. galak.

Bukan galak sih, tapi perfectionist, hahaa…. Soalnya dua dosen itu sangat teramat pintar, mereka berdua sangat logis, ilmiah sekali, mereka tahu dengan tepat kalau kita tidak tahu, dan mereka bertanya hal-hal yang kita tidak tahu, dan pokoknya saya ketakutan bahkan untuk mendengar namanya saja, hehee…

Untuk topik, saya samakan dengan tugas MPPI semester II kemarin, namun judulnya berubah, kemudian pakai ada kata “analisis”nya, dan hindari beberapa kata yang kalau saya liat history KA semester yang lalu, akan dapat dua dosen horor itu. Dan voila..!!, daftar pembimbing dapat dilihat di website, dan saya mendapatkan dosen yang.. saya kurang begitu kenal, hahaa…. Tapi yang jelas dia sering ada di kampus salemba, itu adalah sisi plus, karena banyak dosen yang available di Depok dimana para mahasiswa harus bimbingan ke sana.

Segera saja saya buat proposal KA, yaitu 3 Bab pertama, dibuat dengan express, kasih ke sekretariat untuk mendapat form bimbingan alias kartu kuning. Kartu kuning ini harus tertandatangan sebanyak 8 kali, terisi dengan kolom jadwal, pembahasan dan tanda tangan, setelah 8 kali barulah kita bisa mengajukan sidang KA.

Ketika membuat proposal ya saya harus mencari data dukung sebagai dasar pembuatan KA, ingat mata kuliah MPPI kan ya, saya harus cari data tentang masalah, yaitu ekspektasi, realita, kondisi saat ini, kondisi yang ingin dicapai, dan lain sebagainya. Datanya bisa lihat di dokumen Rencana Strategis, kemudian kondisi saat ini bisa lihat di Laporan Kinerja. Terus bagaimana menuangkannya ke Bab 1 sampai 3? Ya pintar-pintar kita saja.

Ingat lho ya, saya juga sambil kuliah dan kerja, terbayang donk pagi sampai sorenya kerja, lalu kuliah, dan pulang kuliah baru siap jam 11 malam untuk kemudian mengerjakan KA sampai jam 2 pagi, setiap hari dari senin-kamis!! Duh, kalau ingat masa-masa itu sedih, capek banget, tapi heran juga kok kuat yah, di kelas saya cuma 2 orang yang bisa mengerjakan KA, sisanya ya masih leyeh-leyeh hanya berkuliah saja. Memang saya..


Sangat sering saya mengerjakan KA sampai jam 2 pagi, rasanya sudah menjadi kebiasaan. Jaga kesehatan harus, dan juga pastinya minum vitamin.

Bagaimana bagi waktunya? Satu-satunya cara ya mencuri, iya mencuri, mencuri waktu, hahaa….😃 Jadi saya kerja sampai jam 2 siang, make sure pekerjaan sudah beres, baru melipir ke perpustakaan kantor, setiap hari..!! Orang perpustakaan jadi hapal sama saya, tapi bukan untuk meminjam atau membaca buku, tapi numpang mengerjakan KA, bawa laptop, dan tidur, ya tidur!! Saya sangat tidak tahan berlama-lama di depan komputer, mengetik, membaca, dan mikir, karena semua itu membuat saya cepat ngantuk, alhasil saya sering menguap, hahaa…

Back to topic, idealnya, sebuah KA adalah hal yang baru, ada sesuatu yang revolusioner yang bisa kamu usulkan dalam rangka berkontribusi untuk dunia akademik. Tapi ada daya, saya hanya ingin cepat lulus, waktu untuk KA praktis hanya 3 bulan ya, september-desember. Saya tidak mau juga berlama-lama di kampus, mahal bro.. hahaa… ya begitulah, ketika idealisme terpentok kebutuhan. Padahal jiwa saya ya jiwa penemu, inventor, selalu ingin membuat hal yang berguna bagi manusia, ingin belajar, meneliti, tapi ya, cicilan mobil dan tagihan iuran apartemen menunggu, hahaa… 😏

saya pun terjepit, bagaikan atun yang terjepit tanjidor..


Jadi gimana? Saya pintar dalam mengambil jalan pintas, saya orangnya malas, dan kata para petinggi silicon valley, rekrutlah orang malas, karena mereka pasti mencari cara menyelesaikan pekerjaan dengan trik dan dibuat otomatis, hahaa… ya saya begitu, tak terkecuali untuk KA. Saya sudah komit bahwa akan tinggal copy-paste saja dari topik KA sebelumnya dan bedakan saja studi kasusnya.

Bab 1 sampai 3 sudah terstruktur dari tugas MPPI sebelumnya, saya hanya tinggal ubah sesuai judul saja, yang berarti ubah research question (RQ), theoretical framework, tambah tinjauan pustaka berdasarkan RQ, bikin Bab 3 untuk metode, langkah-langkah, dan apa saja yang akan dilakukan. Dan semua itu harus ada referensinya..!! Setiap paragraf yang bertujuan mengarahkan apa yang akan saya lakukan dikaitkan dengan studi kasus saya musti ada rujukan papernya..!! Hahaa…

Saya jadi rajin buka googlescholar, remote-lib, dan lain sebagainya untuk download paper-paper tentang RQ, metode, dan segala macamnya, bukan hanya download, tapi baca, lalu di-highlight, masukkan ke Mendeley, yaitu aplikasi untuk manage paper, bisa connect ke daftar pustaka di word.

Tahu aplikasi Mendeley juga karena tugas matkul e-Government, katanya kalau peneliti yang beneran, atau penulis buku ya pasti butuh aplikasi untuk manage paper, disitu kita bisa search berdasarkan penulis, topik, tahun, highlight, bookmark, dan connect ke daftar pustaka, sampai bisa online dan diakses dari mana saja, wow.!!

Lalu tibalah saatnya janjian dengan dosbing untuk bimbingan, rasanya deg-degan, maklum, saya orangnya introvert, mau berbicara sama orangnya tuh harus dipikirkan dulu mau ngomong apa, alurnya gimana, dan lain-lain sehingga apa yang saya mau omongin ya dicatat dulu. Karena dosbing ini juga saya tidak terlalu kenal, tapi pegang jabatan penting, yaitu Ketua Jurusan..!! Wow. Jadi ya, wajar sih deg-degan. Untungnya si dosbing berkantor di Salemba, saya tinggal menyesuaikan jadwal beliau berkantor, yaitu 3x seminggu.

Setelah saya siapkan materi, pertanyaan, dan daftar obrolan, maka saya tinggal duduk di ruang sekretariat, mendaftar dan menunggu bapaknya berkenan menerima saya. Selain saya juga sudah ada mahasiswa bimbingan lain yang mengantri. Dalam bayangan saya, karena sudah ada beberapa pengalaman teman yang lain, tanggapan dosbing paling buruk ya ditolak misal dengan alasan sudah banyak topiknya, ruang lingkup terlalu kecil, atau dosbing punya topik yang lain, dan bayangan itu semua jadi faktor pendorong untuk merasa was-was, haha..!!

Saya paham sih bahwa musti ada sesuatu yang baru, yang berbeda dengan KA sebelumnya, dengan paper internasionalnya, harus ada keunikan dan kebaruan, nah, tapi kan sejauh mana kebaruan dan keunikannya jadi area subyektif dosen, ya kan. Apalah saya yang hanya ingin cepat lulus dan meniru topik KA sebelumnya? Hehee…

Saya hanya menambah metode saja sih dari topik KA sebelumnya, beberapa metode dan ruang lingkup, kalau sebelumnya hanya mengukur faktor X, saya mengukur tingkat kepentingannya juga untuk sejumlah variabel sebelum menghitung faktor X, kemudian saya juga tambahkan solusi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan variabel dan faktor X, banyak kan ya? hahaa…. 😉

Ya tapi tak dinyana, ketika saya bimbingan pertama kali, bak awan petir menggelegar, si bapaknya tampak tak terkesan, datar saja, nah lho.

Datar aja sih, enggak negatif seperti menolak, tapi gak bersemangat juga, haha… tapi agak sedikit menolak juga, jadi menurut bapaknya masih tetep kurang keterbaruannya, disitu saya argumen bahwa sisi kebaruan saya ada di sini dan di situ, tapi metodenya gimana? Lalu ruang lingkup, lalu rujukan-rujukannya. Si bapak menawarkan atau tepatnya mengusulkan gimana variabelnya ditambah, jadi lebih detail dari sebelumnya.

Di sini saya paham, bapaknya suka berdiskusi, suka kalau kita memiliki argumen, dan menghadirkan referensi apa saja untuk mendukung argumen tersebut. Bapaknya tidak terlalu mementingkan struktur Bab 1 sampai 3 yang sudah saya buat, beliau ingin gambaran besarnya beres dulu. Jadi untuk 1 bulan ke depan kami hanya berdiskusi, yang saya bawa hanya catatan 3-4 lembar saja, seperti alur diagram.

Jadi saya bikin fishbone analysis, dari situ ada tanda panah ke research question, lalu panah lagi ke theoretical framework, dari situ saya tentukan metode, lalu apa saja yang akan saya ukur, nanti hasilnya akan seperti apa. Bahasa kerennya Rich Picture kali ya, kayak Scrapbook, hahaa…. Ya udah, 1 bulan kita argumen disitu, dicoret, dikasih masukan. Saya ketemu beliau hampir tiap minggu, dan setiap ketemu selalu dikasih saran dan masukan, implikasinya adalah saya musti banyak baca.

Jadi si dosbing ini, sebelum saya ketemuan, saya selalu email rich picture saya, dan juga Bab 1 sampai 3 saya, lalu si dosbing akan kirim balik kasih masukan, kadang soal typo, kadang minta klarifikasi, wow..!! Berarti DIBACA sodara-sodara!! Yah ampun. Dan seringnya lagi dikasi paper juga, baik hasil download atau softcopy yang musti saya baca, dan saya tanggapi gimana kemungkinannya untuk ditambahkan ke KA saya, duh, capek, tapi ya mo gimana lagi, saya merasa apa ya…. Saya merasa PINTAR, hahaa..😊😄 soalnya jadi banyak baca, nganalisis, dan menyatakan pendapat dengan didukung paper yang lain. Mulanya sih..


Akhirnya tiba kesepakatan yang dicapai, itu masih berupa rich picture kan ya, saya harus formalkan bahasanya ke bentuk Bab 1-5, Bab 4 kan cuma cerita organisasi, Bab 5 tentang analisis dan pembahasan, jadi ya 5 setengah lah ya. KA saya kan tipenya kuantitatif, dengan pengumpulan datanya berupa kuesioner. Ada kuesioner AHP (Analytic Hierarchy Process) dan juga kuesioner tipe statistik deskriptif. Jumlah pertanyaannya lebih dari 60..!! Itu belum seberapa, jumlah respondennya donk harus minimal 359..!! Karena pakai rumus slovin, katanya jika populasi sekitar 3500 orang, maka hasil itungannya adalah 359, minimal lho ya.

Dan… duh harusnya tidak boleh pakai kata Dan di awal kalimat, menurut pak Ivan Lanin, hehee… Dan saya buta soal statistik..!! Sangat tidak tahu menahu soal statistik, untungnya istri pernah jadi konsultan skripsi dan sering mengerjakan statistik, tapi katanya sudah lupa, hehee.. baiklah, apa boleh buat, saya meluncur ke gramedia, toko buku andalan untuk membeli buku statistik, awalnya 1 buku judulnya statistik apa gitu, warna orange, penulisnya Sujarweni.


Siang malam saya membaca buku statistik, saya tandai hal yang penting, kemudian tampaknya saya perlu beli buku 1 lagi, sebagai pembanding dan lumayan buat menambah referensi, judulnya analisis regresi untuk penelitian, jadi lebih spesifik khusus regresi. Siang malam kembali saya membaca statistik, mumet juga ya, sambil utak-atik software SPSS, ya lumayan, nambah ilmu dengan baca step-by-step.


benar sekali dek..

Itu hanyalah awal kemumetan, tantangan sebenarnya dari segala proses KA ini baru dimulai, yaitu menyusun kuesioner, selain harus ada referensinya, mengikuti KA sebelumnya, atau ada rujukan dari paper, juga harus sesuai kondisi organisasi. Artinya ada ciri khas dari kuesionernya itu. Kebayang gak kuesioner 90 pertanyaan, ada 10 lembar? Itu harus kita buat semenarik mungkin agar responden enggak bosan, bingung, bikin ngantuk, lalu jadi gak mau ngerjainnya lagi. Jadi pilihan kalimat, kata, serta penempatannya harus dipikirkan.

Segera saya susun konsep kuesioner, kemudian saya bimbingan ke dosbing, lalu ada arahan dan masukan untuk mengganti jawabannya sesuai pertanyaannya, jadi gak sesimpel setuju, tidak setuju, tapi juga misal, tahu, sangat tidak tahu, sering, jarang, selalu, dan sebagainya. Oke, kemudian kita bikin dulu 20 buah kuesioner sebelum cetak 500an, 20 orang responden kita minta isi kuesioner sebagai uji coba, lalu kita minta masukan.

Karena juga ada kalimat pertanyaan negatif kan, supaya mengecoh responden agar tetap berpikir, jadi supaya gak selalu jawab monoton saja. Misal contoh pertanyaanya “saya selalu membuka website tidak senonoh di kantor” hayo mo jawab apa? Kalau gak baca teliti bisa terjebak kan.

Masukannya bisa berupa pilihan kata, apakah ada yang bingung, berapa lama ngerjainnya, sampai saran dan kritik. Idealnya ngerjainnya 10-15 menit, klo lebih lama dari itu kita harus rombak kuesionernya. Jika ada masukan, ya kita ubah, kita susun konsep lagi, baru kita bimbingan ke dosen lagi. Jika dosbing oke, maka mulailah cetak 550 buah kuesioner..!! Pakai tukang fotocopy donk tentunya ya, haha…. Terpikir mau cetak di kantor atau beli printer, tapi kayaknya lebih ekonomis pakai fotocopy.

Selain itu saya juga harus melakukan wawancara dengan para pimpinan di kantor saya. Hasil wawancara itu saya gunakan sebagai rujukan untuk menguatkan latar belakang penelitian, dan juga untuk mengkonfimasi indikator dan variabel yang akan saya gunakan. Setelah wawancara, yang sudah saya rekam, saya harus buat transkripsinya, yaitu bentuk formal tulisan dari wawancara itu. Ini yang takes time sangat, misal wawancara 1 jam, maka mentranskripsinya bisa 3 jam, karena saya harus mendengarkan, juga harus sambil menulis.


So it’s begin, menyebarkan 550 kuesioner ke seluruh satuan kerja di kantor, oya sebelumnya juga mencari jenis souvenir yang cocok, yaitu beng-beng, karena saya suka beng-beng. Beli beng-beng di pusat perkulakan Indomaret di Kemayoran, beli sekitar lebih dari 6 dus, setiap dus ada 8 kotak, 1 kotaknya ada 20an, hehee… jadi pusat perkulakan itu memang khusus jual barang yang berdus-dus, untuk dijual lagi, pembelinya ya orang-orang yang punya usaha toko kelontong dan sebagainya.

Saya ke kantor bawa seluruh kuesioner, sementara untuk beng-bengnya saya bawa bertahap dan ditaruh di kantor saja. Beratnya, berat bangeet!! Pakai usaha dan tenaga sendiri tanpa bantuan OB, saya memang segan minta bantuan orang. Saya sudah pikirkan, berarti per satu satuan kerja atau unit Eselon II sekitar 20 kuesioner, 20 saja kok. Tapi ada puluhan eselon II. saya pun mulai memikirkan strategi, saya buat matriksnya per Eselon II, lalu ada contact person yang bertugas di bagian yang sama, namun ditempatkan di Eselon I.

Tak lupa juga sebelumnya membuat konsep email dan membroadcastnya ke seluruh staf kantor, jadi saya akan juga dapatkan isian kuesioner dalam bentuk softcopy. Back to kantor, saya bikin janji dulu dengan teman di satker, lalu saya bawa kuesioner dan beng-beng, misal di Eselon I itu ada 5 eselon II, jadi saya harus bawa 100 kuesioner, dibagi per 20-20, tak lupa juga beng-bengnya. Nah nanti teman saya itu yang akan mengantarkan saya ke setiap Eselon II.

Capek, capek ngomong, memperkenalkan diri, capek senyum, hahaa… menjadi introvert tipe INTJ-A (Architect-Arrogant) bisa sangat melelahkan jika ketemu orang, tidak hanya ketemu tapi senyum, ya senyum..!! 😔

Begitulah dari hari ke hari, menyebarkan kuesioner ke setiap orang yang lagi available di ruangan, mohon-mohon supaya ngisi, bercanda basa-basi, ngasih beng-beng, terus kita gak tau kan kapan mereka akan ngisinya, jadi kita titip ke teman kita tadi untuk pengumpulannya. Target 1 minggu sudah tersebar ya, lalu 2 minggu adalah waktu untuk mengumpulkannya.

Selama penyebaran kuseioner ya ada suka dan dukanya, sukanya jika memang orang-orang yang dituju ramah, dan dengan senang hati menerima, serta mengisi kuesioner, lalu gembira menerima beng-beng, seperti ada kebahagiaan tersendiri, hahaa… 😄

Dukanya itu ya jika orang-orangnya jutek, cuek, nerimanya males-malesan, saya juga kan gak tega ya, tapi yah oh come on, cuma gini doang gitu lho, cuma 10 menit, dapet beng-beng pula. Yang paling ekstrim dan bikin kesel ya kalau ditolak, jutek dan ditolak, gak banyak sih, cuma 2-3 orang, tapi ya kesel aja, bakal inget seumur hidup inget mukanya, apakah..


Rasanya mau balas dendam jika ada kesempatan di masa depan, awas ya kalau butuh saya, hahaa… 😀 ala-ala sinetron.

Tapi ya emang benar, pengalaman ini membuat saya mengerti betapa pentingnya pengisian kuesioner, betapa kita harus merasakan berada di sisi orang lain. Saya mungkin selama ini, sebelumnya tidak mengerti hal itu, ngisi kuesioner ya seadanya, cenderung gak serius, mungkin sebal juga. Padahal ini dibutuhkan orang lain.

Maka dari itu, saya berjanji jika ada orang yang minta bantuan isi kuesioner, ya saya harus bantu, harus serius, harus didukung, karena saya tahu betapa berat perjuangannya mulai dari menyusun, mencetak, menyebar, dan mengumpulkan, itu perjuangan yang BERAT sodara-sodara. Bagaikan..


Kemudian tiba saatnya mengumpulkan, jadi rentang 2 minggu itu ya bertahap pengumpulannya. Lalu selanjutnya apa? Kuesioner sudah terkumpul, softcopy melalui email juga sudah, terus ngapain? Buka-buka lagi deh buku statistik yang dibeli di Gramedia, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan TABULASI.

Jadi tabulasi adalah mengkonversi data jawaban kuesioner ke data angka, misal pertanyaan soal data responden, jawaban umur 20-30 tahun jadi 1, umur 30-40 jadi 2, dst. Intinya merubah jawaban menjadi kode. Kodenya bisa 1,2,3,4,5 atau a,b,c,d. Kemudian untuk jawaban pertanyaan substansi kan pakai skala likert, misal jawaban sangat tidak tahu nilainya 1, sangat tahu nilainya 5, tidak tahu nilainya 2. Juga misal jawaban untuk tidak setuju nilainya 2, sangat tidak setuju nilainya 1, sangat setuju nilainya 5, begitulah seterusnya.

Gunanya apa? Gunanya ya untuk menghitung, misal kalau untuk data responden, kita bisa tahu berapa banyak yang umur 20-30 tahun, berapa banyak laki-laki dan perempuan, berapa banyak yang berpendidikan S-1, semua itu pakai rumus countif di excel. Kemudian kalau untuk pertanyaan substansi kita bisa ukur berapa persen kepuasan responden, tingkat pemahamannya, tingkat pengetahuannya dsb. Selain itu juga dengan dikonversi ke angka, kita akan menghitung PENGARUHNYA sebagai HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT antar variabel, atau dengan SPSS pakai metode regresi.

Regresi yaitu menghitung seberapa besar pengaruh hubungan sebab-akibat suatu variabel terhadap variabel lainnya, pakai SPSS. Nah semua itu kan pakai angka, jadi kita harus konversi setiap lembar kuesioner, ke dalam tabel excel, setiap lembarnya..!! Satu per satu..!! 400an lebih..!! Hahaa…. Gilak gak tuh. Saya pun mentabulasi kuesioner dimanapun dan kapanpun, saya bawa ke kantor, ke kampus, ke mall, kemana saja pokoknya, hahaa…

Anda tahu betapa pentingnya kegiatan tabulasi jika sudah mengkonversi waktu mentabulasi kuesioner dengan kegiatan anda, dan saya mampu maksimal mentabulasi 20 kuesioner untuk waktu 1 jam, itu sudah paling cepat banget. Jadi kalau saya sudah bisa memprediksi nih, saya punya waktu luang 2 jam, maka saya bisa tabulasi 40 kuesioner. Atau saya mau tidur, tapi 1 jam dulu deh untuk tabulasi kuesioner, maka saya hanya dapat 20 saja. Atau kalau saya melakukan kegiatan sia-sia seperti menunggu, misal 2 jam, maka saya bersumpah serapah kesal karena telah menyia-nyiakan tabulasi 40 kuesioner, hehee…

Saya pun mentabulasi kuesioner di kampus, saat kuliah pelajaran yang lain, maklum kan saya juga masih sambil kuliah full 4 mata kuliah, jadi saya biasanya melipir ke paling pojok dan di belakang, kemudian mulai beraksi mentabulasi diam-diam. Hehee….

Capek memang, lelah, satu per satu kuesioner kita screening, tabulasi ke excel, oya sebelumnya kita tandain kuesionernya, kasih nomor sesuai urutan di excel, 1,2,3, sampai 400an..!! Dan rasanya senang sekali ketika sudah selesai, namun petualangan baru akan segera dimulai, kali ini lebih banyak menggunakan excel dan SPSS.

Di aplikasi excel kita rapihkan datanya, kita hitung tentang segala data responden, persentasenya, kemudian kita rata-ratakan setiap variabel, nah hasil rata-rata variabel ini yang akan dipakai untuk hitung regresi. Sebelumnya juga hitung normalitas, apakah data kita normal atau enggak dan layak atau enggak untuk dilanjutkan perhitungan. Kalau tidak normal wah wasalam, ulang lagi sebar kuesioner, mati aja deh, hahaa… 😅

Kalau tidak normal, ya lakukan normalisasi, dan ubah sudut pandang. Statistik adalah tentang sudut pandang, karena pada dasarnya yang diolah hanyalah sekumpulan data. Data itu belum menjadi informasi kalau belum dikasih sentuhan sudut pandang, ya kan.

Okey, utak-atik excel, export ke SPSS, cari nilai R Square atau keterpengaruhan berdasarkan hipotesis, misal kita buat hipotesis dulu A berpengaruh terhadap B, maka nilai R Square adalah persentase keterpengaruhannya, nilai beta adalah nilai jika A naik satu satuan, maka B akan naik sebesar Beta. fiiuuhh… gitulah ya pokoknya.

Hitungan paling rumit mungkin di statistik deskriptifnya, karena banyak yang harus diungkap sedetailnya-detailnya, misal untuk Variabel A punya 8 indikator, yang delapan-delapannya kita ungkap persentasenya, dan juga per identitas responden yang dibagi jenis kelamin, pendidikan, umur, dan sebagainya, wah pokoknya, banyak angka-angka kode berwarna juga untuk mewarnai misal yang nilainya dibawah 60 warna merah, yang dibawah nilai 80 warna biru muda. Pokoknya KA saya berwarna-warni, hahaa…

Setelah saya pikir, sepertinya ini waktu yang tepat untuk beli printer, setelah dihitung-hitung, lebih ekonomis beli printer, hahaa... printer yang tintanya pakai cairan gitu, ada tabungnya, namanya infuse ink, jadi lebih hemat. Pikir saya nanti kalau sudah selesai, bisa dijual lagi. Dan benar saja, setelah selesai proses semua ini, saya jual laku loh 50 persennya..!! tetap untung dibanding fotocopy.


Back to topic, kini saatnya menulis Bab 5 tentang Analisis dan Pembahasan serta Bab 6 Penutup, Kesimpulan dan Saran juga sambil sering konsultasi dengan pak dosbing, apa yang menurut saya sudah cukup, dosbing selalu bisa memberikan sudut pandang lain, minta ditambah dan ditambah, menulis dan menulis terus sampai detail, hehee… saya merasa DIPERAS dalam arti yang baik. Saya juga bingung ketika baca kembali KA saya, kok bisa ya saya nulis panjang lebar dan detail seperti itu.

Selain analisis, dosbing berpendapat bahwa yang harus dikuatkan dan diperjelas adalah di sub bab diskusi, nah disitulah kita harus memberikan pendapat, bahwa berdasarkan hasil-hasil yang sudah kita hitung apa yang bisa kita ambil, kita jawab kenapanya sambil dikaitkan dengan hasil wawancara dan rujukan paper atau buku. Setelah diskusi maka kita ajukan solusi berdasarkan ciri khas studi kasus organisasi, disitu harus jelas dan unik.

Lalu tibalah saatnya saya merasa cukup, bahwa yang saya tulis ini sepertinya udah banyak ya, lebih dari 120 halaman lho, capek pokoknya, haha…. Maka si dosbing ini langsung menghubungi sekretariat untuk memasukkan saya ke jadwal sidang. Wow..!! Saya bahkan belum daftar sidang dan sedang mengumpulkan keberanian, hehe… eh dosbing pengen saya sidang cepat-cepat..!!

Hanya 2 hari waktu saya untuk mempersiapkan segalanya menuju sidang, karena tiba-tiba dapet kabar saya akan sidang lusa, yang artinya saya harus sudah mempersiapkan 4 hardcopy KA lengkap dengan lampirannya, plus presentasi..!!

I was going crazy and shocked..!! Hahaa… saya butuh 30 menit untuk bengong, lalu kemudian barulah saya susun strategi apa yang harus saya lakukan. Pertama, saya harus perbaiki tulisan serapih mungkin, kedua saya harus print sebanyak 4 bundel hardcopy, dan karena banyak yang berwarna maka harus print sendiri pakai printer yang baru beli di rumah. Ketiga, membuat presentasi untuk 20 menit, harus cukup menjelaskan dari Bab 1 sampai Bab 6. Dan terakhir, membuat combat kit, semacam ringkasan jawaban dari kemungkinan-kemungkinan pertanyan yang akan diajukan.

Fiiuuh…. Pokoknya gak mengerti lagi deh pikiran udah seperti apa, melayang aja gitu, buru-buru selesaikan tulisan, lalu print 4 bundel hardcopy, dan mencetak itu, luamaaa banget ya..!! Hehee…. Jadi buat anda-anda yang megerjakan tesis, sisakan spare waktu untuk mencetak yah. Begitulah 2 hari saya habiskan untuk mencetak siang malam, sembari mencari jawaban dari kemungkinan-kemungkinan pertanyaan, yang walau kelihatan sepele, tapi kalau gak bisa jawab ya malu juga yah.

Misal pertanyaan apa itu statistik deskriptif, apa itu normalisasi, apa itu uji satu arah dan dua arah, apa perbedaan skala likert dan rating scale, apa itu nilai R Square, yah yang begitu-begitulah yah. Tak lupa juga pinjem buku perpustakaan dari Pak Wiryo staf sekretariat di perpustakaan terkait hal-hal yang relevan, pokoknya dibuat sesiap mungkin!!, hehee…

JRENG…JRENG…!! Tibalah saatnya sidang KA/Tesis S2 MTI UI tanggal 22 Desember 2016, hari Kamis, juga bertepatan dengan Mata Kuliah e-Government, jadi sesudah sidang saya tetap masih harus kuliah, hahaa…. Sidangnya sekitar jam 4-5 sore, dan harus sudah ada di tempat 1 jam sebelumnya. Saya sudah mengambil cuti selama 1 minggu untuk fokus mengurus penyelesaian tulisan KA, eh dapet bonus sidangnya juga, hehee…

Deg-degan.. sangat, jadi pada hari itu juga banyak yang akan sidang, kebanyakan dari semester yang lalu, saya menunggu orang yang sedang di dalam, dan ada juga yang akan sidang setelah saya, semua menunggu dipanggil oleh sekretariat. Orang yang sedang sidang sebelum saya, ketika keluar dan sudah selesai langsung diberi ucapan selamat, karena ya secara de facto sudah lulus, tinggal nunggu nilai aja, lalu ditanya-tanya tadi gimana, ngapain aja, ditanya apa saja, dan lain sebagainya. Saya?

Akhirnya nama saya dipanggil, dan saya merasa..


Saya sudah siapkan hardcopy dengan berbagai macam posted-it untuk menandai hal-hal yang penting, juga sejumlah buku-buku perpustakaan juga sudah siap, kemudian handphone juga disiapkan untuk timer 20 menit, supaya saya tetap aware terhadap waktu presentasi. Di dalam ruangan ada dosbing dan 2 orang penguji, 1 orang penguji saya kenal, bapaknya baik, lucu dan ceritanya selalu kekinian dan menginspirasi, yang 1 lagi saya tidak kenal, mungkin karena tidak pernah mengajar di kelas saya.

Deg-degan masih donk, padahal udah tua yah, hahaa… masih aja deg-degan, gitu kata Pak Ganda, staf sekretariat MTI. Saya, yang sudah pernah tinggal di Eropa selama 3 tahun, sudah pernah menyetir 600 Km pulang pergi ke Milan melewati terowongan menembus gunung yang terpanjang di Eropa, masih saja deg-degan…. Hahaa…. 😋

Dalam hati saya, ya sudah, whatever will be, will be, mau bagus atau jelek, yang penting sudah selesai. Saya selalu berkata begitu dalam hati ketika dalam situasi menegangkan. Bahwa apapun yang kita hadapi, pasti akan berlalu juga kan, toh waktu tidak bisa dipercepat atau diperlambat, kita cuma bisa jalani saja.

Sidang dibuka oleh dosbing, eh dosbing atau salah satu penguji yah, pokoknya beliau menyampaikan susunan acaranya, dimulai dengan presentasi 20 menit, kemudian tanya jawab, jawab dengan jelas dan sesuai apa yang ditulis, maksimal waktu sidang adalah 1 jam, yak segera dimulai..!!

Langsung saja saya sampaikan salam pembuka, dan mulai presentasi, dari Bab 1 sampai akhir saya merasa lancar-lancar saja, saya tidak membaca layar, tapi bercerita sambil menghadap penguji, saya kira itu poin penting ketika melakukan presentasi, yaitu jangan membaca layar, namun bertatap muka dengan audiens.

Kemudian saya bilang selesai, dan si penguji bertanya sudah selesai? Karena tampaknya kecepatan, tapi bener kok udah mo hampir 20 menit, hehee… ini karena semuanya, dosbing dan penguji sibuk main hape, tapi bukannya tidak mendengarkan lho ya, mereka sangat menyimak. Lalu tibalah pertanyaan-pertanyaan itu. Pertama dari penguji yang saya tidak kenal.

Beruntung, pertanyaan-pertanyaan dari penguji pertama tidak terlalu sulit, saya kira memang untuk menguji apakah benar kita yang mengerjakan, jadi sebenarnya jawabannya memang sudah ada di slide dan tulisan, kadang saya rujuk dengan tulisan di halaman sekian, atau jika ada di slide saya tunjukkan slidenya, begitulah, tampaknya untuk menguji sisi mental kita. 

Pertanyaannya misal keterkaitan antara Research Question (RQ) dengan kesimpulannya, apakah kesimpulannya menjawab RQ? Coba tunjukkan data dan hitungannya, kemudian ditanya rujukan-rujukan papernya, apa paper yang paling utama. Kemudian apa implikasi dari penelitian ini, apa harapannya? Kemudian apa yang bisa ditambah untuk penelitian selanjutnya.


Alhamdulillah pertanyaan penguji satu selesai bersamaan dengan Adzan Maghrib, dan seharusnya dilanjut dengan istirahat sholat, tapi semuanya gak mau, dilanjut sidang saja dengan sholat yang bergantian, jadinya sepi deh. Tapi ini justru keberuntungan. Untungnya adalah penguji jadi ingin cepat selesai, ya sama pak saya juga ingin cepat selesai, hahaa… 😆

Kemudian lanjut dengan pertanyaan dari penguji kedua, dia bilang sih baik-baik aja, cuman kenapa di cerita organisasi dan latar belakang gak ada tentang Peraturan Menteri terbaru terkait dengan topik penelitian? WOW..!! si penguji ini sangat mengerti sekali tentang kondisi lingkungan organisasi saya, secara sering diminta sebagai konsultan, dan juga banyak alumni yang jadi teman baik beliau yang juga staf di organisasi saya.

Yah jadinya hal itu menjadi masukan untuk ditambahkan ke tulisan saya, istilahnya revisi. Lalu apa? Lalu SELESAI..!! iya selesai, hanya 30 menit saja, rasanya juga tidak percaya. Teman dan orang-orang yang duduk di bangku penonton juga tidak percaya saya menyelesaikan sidang hanya dalam waktu 30 menit..!! saya terperangah tak percaya, beneran kah? Ternyata benar. Segera saya rapihkan meja sidang, dan bawa semua buku dan senjata-senjata saya keluar ruangan untuk menunggu.

Ceritanya para dosbing dan penguji sedang berdiskusi untuk menentukan kelulusan saya, dan ada berkas-berkas yang harus ditandatangani, misal form revisi yang berisi catatan-catatan dosbing dan penguji. Jadi mereka bisa coret-coret di tulisan saya, atau tulis di form. Hal itulah yang menjadi dasar revisi tulisan. Kemudian saya dipanggil lagi masuk ke dalam.

Saya dinyatakan LULUS..!! lalu menerima form revisi dari dosbing. Saya keluar lagi, lalu ditanya-tanya oleh teman tentang pengalaman sidang tadi, jujur saya masih melayang dan tidak percaya. Diantaranya ya itu, cepat sekali..!! hehee… hal pertama yang saya lakukan ya tentu bersyukur ya, Alhamdulillah, sholat magrib, makan secepatnya, kemudian ikut kuliah lagi. Teman yang sedang kuliah tidak tau kalau saya barusan sidang, karena kuliahnya ini gabung sama anak semester I yang masih unyu-unyu.

Saya pulang dengan perasaan LEGA..!! perasaan paling lega dalam sejarah hidup saya, atau nomor 3 ya, yang pertama itu setelah selesai sidang Tugas Akhir Diploma III Teknik Elektro Politeknik UI, yang ke-2 setelah selesai sidang skripsi S-1, hahaa… Sepanjang jalan senyum terus, pokoknya malam ini harus menjadi malam dengan tidur ternyenyak saya semenjak kuliah satu setengah tahun yang lalu. Alhamdulillah… Alhamdulillah…. Tak berhenti saya ucapkan...


Revisi adalah 1 minggu, dan saya membuat form revisi berisi catatan apa saja yang menjadi arahan dan masukan dosen, dibuatkan dalam bentuk tabel dan ada kolom ceklist serta tanda tangan penguji. Saya harus perbaiki tulisan berdasarkan catatan dosbing dan penguji, kemudian setelah selesai ajukan ke penguji dan dosbing, nanti mereka semua akan memeriksa apakah revisi saya sudah beres atau belum.

Jika sudah beres ke penguji, barulah ke dosbing, jika sudah beres semua, maka semuanya, dosbing dan penguji menandatangani lembar pengesahan, yang mengesahkan tulisan saya sebagai Karya Akhir yang sah dan lulus, hehee… untuk tanda tangan lembar pengesahan juga gak mudah loh, saya sering banget bolak-balik karena kesalahan penulisan nama dan gelar. Ada salah satu penguji yang saya sampe minta tanda tangan 3 kali, hahaa…. Untung bapaknya baik banget.

Setelah dapat halaman pengesahan, maka saatnya membuat hardcopy jilid keras untuk diberikan ke perpustakaan, tapi itu juga tidak mudah, harus melewati serangkaian standar format perpustakaan. Pak Wiryo staf perpustakaan gak akan segan-segan mencoret tulisan kita kalau tidak sesuai standar, semua ada hitungannya, ada footer, kemudian kata-katanya, spasinya, paragarafnya, nomor halaman angka dan huruf, kemudian juga diukur pakai penggaris, wah rumit.

Jika sidang ala Pak Wiryo sudah lulus, barulah tulisan kita di halaman pengesahan dicap fakultas, tandanya sudah SAH..!! saya sidang tanggal 22 Desember 2016, dan beruntung dipotong libur natal dan tahun baru sehingga saya bisa punya waktu revisi yang panjang, sehingga tulisan saya dicap dan disahkan tanggal 4 Januari 2017, yiippieee..!! SAH..!!

Dengan ini maka saya sah untuk mendaftarkan diri wisuda, ya… WISUDA.. selama masa menunggu wisuda paling menyiapkan softcopy KA untuk perpustakaan dan pas foto untuk ijazah. Foto rumit juga sampai bolak-balik 3x ke foto studio, haha…. Jadi bajunya harus terang, putihlah ya, karena cap birunya harus kelihatan. Awalnya saya pakai jas dan dasi, dan tentu saja ditolak mentah-mentah.

Hari-hari menunggu wisuda tentu melakukan persiapan wisuda, dimulai dari pengambilan baju toga, merencanakan pakaiannya, transportasinya, lalu lokasinya, hehee… tidak tanggung-tanggung, wisuda UI itu 3 hari berturut-turut, 3 HARI..!! terbayang 3 hari bangun pagi-pagi terus, hahaa… 😃

Hari pertama adalah Wisuda Fakultas, ini wisuda khusus mahasiswa seangkatan dari S-1 sampai S-3 di Fakultas saya saja, yaitu Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom). Sejak pagi kami sudah bersiap-siap, saya, istri, ibu saya dan ibu istri juga kami boyong. Kan istri saya juga wisuda, lupa ya? Saya dan istri adalah sama-sama mahasiswa MTI UI, dengan angkatan yang sama, namun beda kelas.

Jadi semua yang saya ceritakan sebelumnya ya kurang lebih juga dialami oleh istri saya. Hanya saja dosbing istri saya ada 2, dan selalu available di Depok, jadi ya sering bimbingannya jarak jauh, pernah lho bimbingan via skype di saat kami sedang menghadiri undangan pernikahan sepupu, bimbingan sambil pakai kebaya jadinya, hahaa…

Back to wisuda hari pertama, yaitu wisuda fakultas. Semua tampak bahagia, senang, dan lega karena sudah lulus. Yang S-3, yang S-2, dan yang paling ramai adalah anak-anak S-1, UI gitu lho..!! ini adalah kampus impian saya sejak kecil, namun baru kesampaian di jenjang S-2, Alhamdulillah.

Kami sampai sejak pagi sekali, masih gelap sepertinya, karena kami sangat bersemangat untuk wisuda, hehee.. ibu kami berdua juga tak kalah heboh mulai dari awal memilih pakaian, sepatu, dan sampai di tempat pun heboh foto-foto. Segera saja kami berdua berganti pakaian toga, dan ibu kami duduk di tempat undangan.

Karena acara belum mulai, maka kami sekeluarga berfoto studio khas wisuda yang telah disediakan panitia, beruntung kami datang pagi sehingga bisa seperti itu, kalau tidak harus menunggu acara selesai nanti, sudah lepek kan jadinya, hehee… Kemudian acara dimulai dengan prosesi iring-iringan mahasiswa sesuai tempat duduk. Yang cumlaude duduk di depan, jadi tempat duduknya sudah ada nama-namanya. Saya dan istri terpisah dekat saja sih, gak terlalu depan juga. Padahal saya dengar IPK saya tertinggi, ternyata gak setinggi itu..uhuk..uhuk… 😋

Hal lain yang membuat saya excited adalah, mungkin ini pengalaman wisuda saya yang benar-benar wisuda. Waktu D-III tampaknya saya mengalami hal buruk, urusan keluarga, dan sampai pas wisudanya juga tidak bagus di mata saya, hahaa… maksudnya gimana? Mungkin karena kekurangan informasi kali ya, jadi wisudanya 2 hari, hari pertama gladi resik, dan hari kedua wisuda beneran.

Waktu D-III malah gladi resik yang kita dipanggil satu per satu, dan difoto..!! padahal baju masih biasa aja dan gak ada orang tua. Eh pas besoknya wisuda beneran malah gak dipanggil dan gak difoto padahal ada orang tua dan udah pake baju bagus juga, hahaa… 😃 bener-bener pengalaman buruk. Waktu S-1 saya tidak ikut wisuda, sudah malas duluan.

Nah, wisuda kali ini beda, saya sudah siap, kami sudah siap bertempur untuk tampil kece badai, dan juga saya sudah tanya-tanya temen yang pernah wisuda S-1 UI. Katanya akan dipanggil namanya satu per satu, disebutin judul KA-nya, dan status kelulusannya..!! wow..!!

Acara dimulai dengan biasa ya, sambutan Ketua Panitia, Dekan, Ketua Jurusan, dan Lulusan Terbaik yang ternyata anak S-1 Fasilkom dan IPK-nya nyaris 4. Yang pidato siapa? BAPAKNYA..!! hehee… lucu juga ya, dan sangat menginspirasi. Bapaknya pasti bangga sekali dengan anaknya, katanya dulu waktu anaknya masih kecil sering dibawa main ke UI, lalu diperkenalkan ke orang-orang bahwa anaknya itu akan menjadi lulusan terbaik UI, dan ternyata kejadian..!! selamat ya pak. saya sampai terharu..


Di setiap acara itu selalu ada persembahan musik dari artis-artis lokal Fasilkom, ada yang bagus, ada yang enggak, tapi semua fun saja sih, hehee…. Acara intinya adalah wisuda, yaitu pemanggilan mahasiswa, penyebutan status kelulusan, lalu menerima tabung dari dosen, foto, selesai, intinya itu aja sih. Dari S-3, sampai S-1. Ketika nama saya disebut, Yudhistira Normandia, dengan judul Karya Akhir bla…bla… dengan predikat CUM LAUDE..!! dengan nada yang sama ketika memanggil petinju, hehee…. Lucu, dan bangga.

Yang kita noticed adalah tidak ada pemindahan tali toga, tapi dikasih tabung, tabung yang harus kita balikin lagi setelah selesai foto karena akan dipakai mahasiswa berikutnya.

S-3 sudah, S-2 sudah, S-1 paling ramai karena paling banyak dan masih anak-anak juga kali yah. Setelah semua sudah dipanggil, kini dipanggil lagi untuk yang cum laude. Jadi bagi yang cum laude dipanggil lagi maju ke depan, S-3, S-2, dan S-1 untuk menerima medali cum laude dan berfoto bersama bersama dekan. Dan ini semua disaksikan oleh orang tua kami, bangga rasanya.


Medali di atas adalah medali sementara, karena katanya vendor yang mengerjakannya di senen, dan pada masa itu kawasan senen sedang KEBAKARAN..!!

Kemudian, belum berhenti sampai disitu, saya juga dipanggil lagi untuk ketiga kalinya karena termasuk dalam lulusan terbaik, walau saya merasa bukan lulusan terbaik sih, hanya IPK tertinggi. Kami menerima plakat yang menyatakan sudah berkuliah di MTI UI, sudah itu saja, tidak ada kata-kata lulusan terbaiknya, hahaa… 😉


Bangga rasanya… itu saja sebenarnya, dan orang tua kami juga bangga, tapi jangan lupa, masih ada 2 hari wisuda lainnya. Acara wisuda fakultas selesai, orang tua kami juga sudah lelah, dan katanya untuk acara besok tidak ikut lagi, baiklah, karena besok adalah acara wisuda se-UI yang pastinya akan sangat ramai, lagi pula tidak ada penghargaan yang diberikan kepada kami, nilai kami kurang tinggi se-UI soalnya, hehee…

Wisuda hari kedua adalah acara gladi resik wisuda UI untuk S-2 dan S-3, sementara S-1 ada di sesi pagi, jadi dalam sehari ada 2 kali acara wisuda UI, sesi 1 untuk S-1, dan sesi 2 untuk S-2 dan S-3. Waktu gladi resik kami di sesi siang, sementara besok kami di sesi pagi. Berkaca pada pengalaman wisuda D-III saya dulu di tempat yang sama, gladi resik itu latihan tapi serius, karena kami dipanggil satu-satu ke depan untuk menerima ucapan selamat dari dekan dan rektor, menerima tabung, berfoto dan selesai, bergiliran untuk semua fakultas loh..!! lama pokoknya.

Kami beruntung datang lebih awal, karena masih sepi, selain dapat parkir, kami juga bisa bebas berfoto dimana saja. Dan saya, jiwa selfie saya yang liar pun tak akan bisa dikekang, hahaa… saya ingat sayalah yang pertama memberanikan diri berfoto di.. PODIUM..!! 😅 kemudian barulah diikuti oleh orang-orang lainnya. Jadi kalau anda mau wisuda, datanglah lebih awal demi foto terbaik. 


Saya tidak ingat apakah nama kami juga disebut satu-satu, rasanya tidak ya, yang disebut hanya yang IPK tertinggi sefakultas, iya sefakultas, bukan sejurusan, syedih, hahaa.. jadinya nama saya tidak disebut. Kemudian seperti biasa ada acara musiknya, dan kali ini terdengar sangat profesional ya, karena anak UI memang banyak yang jadi artis kan ya. Sisa acara lain sambutan sana sini, ada kuliah umum, ada ikrar janji wisudawan. Inti dari kegiatan ini adalah FOTO yang akan diambil nanti sekalian dengan videonya.

Berikutnya wisuda hari ketiga, inilah wisuda benerannya, bedanya sama kemarin? Lebih membosankan sebenarnya, karena sudah tidak dipanggil maju ke depan satu-satu, dan sudah tidak ada sesi foto-foto. Jadi untuk apa? Kalau saya pribadi ingin mendengar lagu gaudeamus igitur, itu loh lagu wajib wisuda yang sering dinyanyikan di setiap wisuda, baik kampus dalam negeri atau kampus luar negeri.

Mau dengar lagu gaudeamus igitur? Klik disini.. 

Bagi saya merinding mendengarkannya, ketika masuk semester III, saya sudah ubah ringtone saya menjadi lagu gaudeamus igitur, semacam untuk menjadi motivasi supaya cepat lulus, hahaa... and it’s works..!! dan sampai sekarangpun ringtone saya masih gaudeamus igitur, hehee...

Namun, alangkah kecewanya saya ketika prosesi akademik, ketika rektor dan iring-iringan guru besar kampus tidak dibarengi oleh lagu gaudeamus igitur, melainkan lagu bagimu negeri. Ya.. mungkin.. entahlah... apakah dianggap tidak nasionalis? Mungkin aturan baru dari pihak berwenang? Mungkin. Ya sudah, nikmati saja rangkaian acaranya.

Sebenarnya banyak mahasiswa yang tidak ikut wisuda hari ketiga, karena memang ya tidak melakukan apa-apa, kecuali kalau anda pemilik IPK tertinggi sefakultas karena akan dipanggil maju ke depan, worthed lah ya. Namun tak apa, tetap pengalaman yang berharga bagi kami.

Setelah selesai semua rangkaian acara wisuda, maka semua mahasiswa melakukan satu kegiatan akhir yang wajib, yaitu berfoto dengan latar gedung rektorat UI, gedung fenomenal yang menyihir anak muda Indonesia untuk berlomba-lomba masuk UI. Rasanya tidak akan pernah kehilangan rasa keren dan bangga jika orang tua memiliki foto anaknya wisuda dengan latar belakang gedung rektorat UI dan dipajang di ruang tamu, ya, kami melakukan itu, seperti  ini...


Setelah puas berfoto-foto, selfie, berdua, dengan teman seangkatan, maka semua mahasiswa ketawa-ketawa, semua wajah menunjukkan ekspresi bahagia, senang. Seakan tidak mau cepat pulang dan tidak mau cepat kehilangan momen ini.

Wisuda adalah salah satu hari yang paling bahagia sepanjang usia. 

Berikutnya apa? Ya ke studio foto lah, hahaa... maka pada hari itu semua studio foto se-Depok dipastikan penuh dan mengantri. Saya ke studio foto di dekat rumah saya dan ketemuan dengan keluarga di sana. Kami berfoto dengan orangtua, adik, dan adik ipar, lengkap pokoknya..!! untuk apa? Untuk dipajang donk.


AKHIRNYA... selesai juga rangkaian tulisan saya tentang berkuliah di S2 MTI UI, untuk pribadi saya sendiri tulisan ini akan selalu saya baca untuk mengenang perjalanan saya ketika berkuliah disana. Berat memang, penuh perjuangan, dengan keringat, darah (mimisan), dan air mata. Momen bersama teman sekelas, teman seangkatan, dosen pengajar, penguji, dan dosen pembimbing akan selalu menginspirasi saya.

Terakhir saya kutip dari status FB saya dalam rangka memperingati 1 tahun sidang sebagai berikut: 

“S2 adalah tentang problem solving, dengan masalah dan solusi yang harus nyata. S2 adalah tentang membangun relasi, diskusi, wawancara, dan menggali ide dari setiap pikiran orang-orang. Maka lanjutkanlah sampai S2 kawan, jika ada kesempatan” 

Untuk khalayak, mohon ambil baiknya dan jangan tiru yang buruk, jangan ditiru yah, please.. hehee...  😏

Terima kasih sudah membaca..

NB: benar kata asdos MPPI, selepas kuliah, kita akan kebingungan menghabiskan waktu malam, karena sudah tidak ada kerjaan, tugas, atau yang lainnya. Yang ada kita akan bengong, mungkin harus kuliah lagi, lanjut ke S-3?
(trus, Dhis...?!!)